Abaikan 95 Persen Keterangan Saksi, Majelis Hakim PTUN Dilaporkan Ke MA

SHARE

Ilustrasi : Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta (PTUNJakarta.Dok)


CARAPANDANG.COM – Dinilai tidak profesional dalam memutuskan perkara, Majelis hakim perkara 17/G/2020/PTUN.Jkt dilaporkan ke Mahkamah Agung, Komisi Yudisial serta Hakim Pengawas Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

Majelis hakim yang dilaporkan itu adalah Andi Muh. Ali Rahman (ketua), Umar Dani dan Enrico Simanjuntak (anggota). Mereka bertiga dilaporkan advokat Deswerd Zougira, kuasa hukum penggugat pada Senin (1/9/2020).

Desward mengatakan putusan perkara yang dibuat ketiga hakim tersebut tidak memuat sekitar 95 persen keterangan tiga orang saksi fakta yang diajukan penggugat. Padahal, keterangan saksi-saksi berkesesuian dengan materi gugatan dan alat bukti yang diajukan.

“Akibat tidak dimuatnya keterangan saksi-saksi fakta itu, ketiga hakim sama sekali tidak mempertimbangkan apa yang menjadi tuntutan penggugat,” ungkap Deswerd dalam keterangannya, Rabu (2/9/2020) melansir RMOL.

Mengutip RMOL, Deswerd dalam laporannya menyebutkan, dari lima pelanggaran prosedur dan aturan yang disebut di gugatan, ketiga hakim itu hanya mempertimbangkan dua pelanggaran prosedur. Itu pun, kata dia, pertimbangannya sangat tidak masuk akal sehat orang awam sekali pun. Sedangkan sisanya sama sekali tidak dipertimbangkan.

Putusan juga memuat keterangan saksi Mohamad Ikbal Bahua yang menerangkan; saat pencalonan tergugat intervensi belum menyandang gelar doktor sebagaimana informasi yang diterima dari Badan Kepegawaian Negara. Padahal saksi tidak pernah mengatakan hal tersebut.

Begitu pula saksi Rifai Hamzah di persidangan menerangkan sebagai Sekertaris Panitia Pemilihan Rektor dan saksi Abdul Hamid Tome menerangkan sebagai anggota Panitia Pemilihan Rektor tetapi keduanya ditulis diputusan sebagai anggota Senat.

Keterangan tiga saksi penggugat yang diperiksa selama empat jam ditulis hanya dalam 3 halaman, itu pun berisi keterangan identitas dan keterangan yang sifatnya normatif.

“Kesalahan-kesalahan itu semestinya dihindari dalam sebuah putusan. Jadinya majelis terlihat tidak profesional," jelas Deswerd.

Perkara 17/G/2020/PTUN.Jkt itu adalah gugatan Ani Hasan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atas diterbitkannya SK pengangkatan rektor Universitas Negeri Gorontalo atas nama Eduard Wolok.

Ani menilai keputusan menteri yang menyalurkan seluruh hak suaranya dalam pemilihan rektor hanya kepada Eduard menyalahi Permenristekdikti 21/2018 karena tidak membentuk tim penilai kinerja calon pimpinan perguruan tinggi dan tidak melakukan rekam jejak calon. Tindakan menteri itu juga dinilai Ani tidak adil dan sewenang-wenang.