Aksi Tolak Omnibus Law Marak, Menaker Klaim Pembahasan Sudah Libatkan Publik

SHARE

Aksi unjuk rasa buruh terhadap pengesahan UU CIpta Kerja (istimewa)


CARAPANDANG.COM – Aksi penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja marak dilakukan berbagai daerah di Indonesia. Namun, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengklaim bahwa sebelum diserahkan ke DPR untuk disahkan, pembahasan rancangan UU Cipta Kerja telah dilakukan dengan partisipasi publik yang melibatkan pekerja, pengusaha dan akademisi.

"Pemerintah menegaskan sekali lagi bahwa proses penyusunan RUU Cipta Kerja telah melibatkan partisipasi publik. Untuk klaster ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan mengundang pemangku kepentingan ketenagakerjaan apakah itu serikat pekerja/buruh, pengusaha bahkan mengundang akademisi dari perguruan tinggi dan mendengarkan aspirasi dari International Labour Organization (ILO)," kata Menaker Ida dalam pernyataan di Jakarta pada Selasa (6/10/2020).

Menurut Menaker, saat Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja pada 24 April 2020 maka Kemenaker memanfaatkan momentum itu untuk mengundang perwakilan serikat pekerja/buruh dan APINDO yang tergabung dalam Tripartit Nasional demi memperdalam rumusannya.

Hasil dari pendalaman oleh Tripartit tersebut kemudian menjadi dasar pembahasan RUU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan, yang disahkan oleh DPR menjadi undang-undang pada Senin (5/10) kemarin.

Ida menyadari bahwa terdapat pro dan kontra terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja, yang merupakan hal wajar dalam dinamika sosial dan demokrasi. Namun demikian, pada akhirnya pemerintah harus memutuskan dan menyiapkan draf yang akan dibahas bersama DPR.

"Kami semampu mungkin berusaha keras mendekatkan pandangan antara teman-teman serikat pekerja/buruh dengan teman-teman pengusaha," katanya.

Ida mengatakan pada akhirnya akomodasi pandangan itu didengarkan dengan baik oleh DPR. Dia juga memberikan apresiasi kepada DPR Yang menyiarkan secara terbuka proses pembahasan RUU Cipta Kerja termasuk klaster ketenagakerjaan.

Untuk diketahui, aksi penolakan Omnibus Law terjadi diberbagai daerah. Seperti di Jakarta Timur, perwakilan buruh dari 150 pimpinan unit kerja (PUK) perusahaan memusatkan aksi penolakan terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Omnibus Law) di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (6/10/2020).

"Hari ini estimasi massa berdasarkan hasil rapat kemarin ada sekitar 5.000 orang yang sudah kita laporkan jumlahnya ke Polsek dan Polres," kata Koordinator Forum Buruh Kawasan (FBK) Pulogadung Hilman Firmansyah, di Jakarta.

Kemudian, aksi serupa juga dilakukan di Jalan Raya Bandung-Garut, Kabupaten Bandung. Ratusan massa aksi buruh yang menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja sempat memadati Jalan Raya Bandung-Garut sejak pukul 10.00 WIB, Selasa.

Ketua SPPB Bandung Raya, Slamet Priatno mengatakan bahwa aksinya turun ke jalan itu merupakan bentuk secara tegas menolak UU Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah.

"Kita turun untuk membatalkan keseluruhan Undang-undang (Omnibus Law) itu," kata Slamet di lokasi.

Ratusan buruh itu melakukan aksi long march mulai dari kawasan Rancaekek, hingga ke arah Gerbang Tol Cileunyi. Akibatnya, pengendara jalan sempat tersendat oleh aksi long march itu.

Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, pun para buruh melakukan aksi penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja ini. Koordinator aksi unjuk rasa penggurus dan anggota FSPMI ini dipimpin John Suchemi dan para pengunjuk rasa ini juga menyampaikan aspirasinya melalui spanduk yang bertuliskan “Tolak Omnibus Law-RUU Cipta Lapangan Kerja.

Ia mengatakan, kegiatan ini rencananya akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut mulai dari 6 Sampai 8 Oktober 2020 dan hanya dilakukan selama kurang lebih satu jam sesuai kesepakatan dengan pihak manajemen perusahaan.