Anies Baswedan, Reshuffle & Teori Dramaturgi

SHARE

Anies Baswedan kala masih menjadi Mendikbud di acara pembukaan O2SN 2016 (ditpsmp)


CARAPANDANG.COM – Siang itu di tahun 2016. Tak lama berselang dari reshuffle Kabinet Kerja yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Nama Anies Baswedan ikut terkena reshuffle. Saya berkesempatan berkunjung ke rumah salah seorang politikus Partai Golkar di daerah Bogor. Sang politikus telah berkecimpung di parlemen semenjak akhir Orde Baru hingga sekarang. Maka menurut hemat saya, dirinya memiliki pengetahuan secara wawasan dan “inside story” mengenai politik Indonesia.

Analisa sang politikus ketika itu bahwa Jokowi merasa Anies Baswedan dapat menjadi pesaingnya di tahun 2019. Maka “dilengserkanlah” Anies Baswedan dari jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Harapannya Anies akan surut elektabilitasnya dan tidak mendapat panggung secara nasional. Bukankah menjadi Mendikbud dapat memberi kesempatan Anies untuk populer secara nasional?

Ketika itu keputusan Jokowi me-reshuffle Anies sempat menimbulkan tanya di publik. Apakah ada yang salah dari kinerja kepemimpinan salah satu juru bicara pasangan Jokowi-JK di Pilpres 2014?

Nama Anies Baswedan pasca reshuffle toh tak lekas anjlok. Cucu dari AR Baswedan ini membuat publik trenyuh dengan mengantarkan anaknya sekolah menggunakan sepeda motor. Kesederhanaan yang mengingatkan pada teladan Mohammad Natsir yang mengembalikan mobil dinasnya setelah tidak menjabat sebagai Perdana Menteri. Natsir lalu berboncengan dengan supirnya naik sepeda untuk kembali ke rumahnya.

Nama Anies Baswedan untuk kemudian wara-wiri lagi di orbit politik ketika dimajukan sebagai calon gubernur DKI Jakarta tak lama berselang dari peristiwa reshuffle tersebut. Dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta, atensi publik nasional cukup tersedot. Baik secara pemberitaan melalui televisi, koran, majalah, ataupun media online.

Anies Baswedan akhirnya ditakdirkan menjadi Gubernur DKI Jakarta setelah memenangkan persaingan di Pilkada bertarikh tahun 2017. Pertanyaan segera mengemuka ketika itu akankah Anies menuntaskan kiprahnya sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga tahun 2022 atau ikut berkontestasi di Pilpres 2019?

Pilpres 2019 sendiri menyajikan prediksi di meja pengamat politik bahwasanya akan kembali terjadi kontestasi antara Jokowi dengan Prabowo sebagai capres. Namun, politik adalah politik, dengan segala kedinamisannya dan unsur enigmanya. Nama Anies Baswedan di Pilpres 2019 telah masuk dalam radar pengamatan, baik itu oleh pengamat politik, lembaga survei, masyarakat.

Maka ketika di perhelatan Piala Presiden 2018, sang Gubernur DKI Jakarta ini tak dipanggil namanya ataupun berada di podium penyerahan penghargaan, publik pun bertanya-tanya. Dan politik seperti kata Erving Goffman merupakan panggung. Ada citra, pengelolaan kesan yang terjadi.

Pilpres 2019 bisa menjadi momentum tricky tersendiri. Namun tak ayal podium Piala Presiden 2018 mendamparkan ingatan dan pengetahuan saya pada analisa sang politikus Partai Golkar di tahun 2016 dan teori dramaturgi Erving Goffman.