Becak yang Tak Kunjung Musnah di Jakarta

SHARE

Becak (kaskus)


CARAPANDANG.COM – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan “menghidupkan kembali” becak di ibukota. Rencananya becak akan menjadi sarana transportasi di kampung.

"Kita tidak pernah merencanakan becak di jalan raya. Becak ini di dalam kampung, angkutan kampung, angkutan lingkungan. Jangan berimajinasi bahwa becak akan berada di jalan-jalan utama Jakarta," kata Anies, di lapangan IRTI Monas, Jakarta Pusat, Selasa (16/1) seperti dilansir detik.

Menurut mantan Mendikbud tersebut nantinya akan dibuat aturan terkait mengenai becak.

Tentu, nanti saya bicara dengan Dishub untuk menata itu semua. (Biar nggak) kejar-kejaran sama Satpol PP kita dan tidak memberikan rasa aman pada mereka yang bekerja. Dengan begitu jumlahnya juga bisa dikontrol, jumlahnya terkontrol, wilayahnya terkontrol. Kenapa? Ya karena diatur," papar Anies, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (15/1).

Menurut Anies, becak memang masih digunakan di sejumlah kampung.

"Misalnya dalam kampung, terus belanja turun dari angkot, bawa belanjaannya mereka pake becak," tutur Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (15/1). 

Becak sendiri secara sejarah telah sejak lama coba dimusnahkan. Diantaranya dapat terlacak pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Becak dianggap sebagai gambaran keterbelakangan Indonesia. Kuno dan memalukan. Mulailah pemerintah mencari cara menghambat laju becak. Seperti dilansir Historia, Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan aturan mengenai larangan total angkutan yang memakai tenaga manusia, membatasi beroperasinya becak, dan mengadakan razia mendadak di daerah bebas becak. Ia juga yang menentukan batas waktu Jakarta bebas becak pada 1979. Ironisnya, pada 1966 jumlah becak ada 160 ribu – jumlah tertinggi dalam sejarah.

Kebijakan serupa dilanjutkan oleh gubernur-gubernur berikutnya: Suprapto, Wiyogo Atmodarminto, Suprapto, dan Sutiyoso. Becak dianggap biang kemacetan, simbol ketertinggalan kota, dan alat angkut yang tak manusiawi. Di sisi lain, becak juga mulai menghadapi pesaing dengan kehadiran ojek motor, mikrolet, dan metromini. Pada 1980, misalnya, pemerintah mendatangkan 10.000 minica (bajaj, helicak, minicar) untuk menggantikan 150.000 becak. Pemerintah ketika itu memprogramkan para tukang becak beralih profesi menjadi pengemudi kendaraan bermotor itu. Bahkan pemerintah menggaruk becak dan membuangnya ke Teluk Jakarta untuk rumpon, semacam rumah ikan. Karena sulit, Gubernur Suprapto sampai bilang: “becak-becak akan punah secara alamiah.”

Payung hukum pelarangan becak pun masih terpancang. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Aturan tersebut melarang tak hanya pengoperasian becak, tapi juga melarang perakitannya.

Lalu di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, becak pun bisa mendapatkan nafas untuk kembali mengayuh di ibukota Indonesia ini.