Belajar Menangani Banjir dari IJSO 2017 yang Dihelat di Belanda

SHARE

Tim IJSO Indonesia tahun 2017 (Dit.PSMP)


CARAPANDANG.COM - International Junior Science Olympiad (IJSO) merupakan ajang kompetisi prestisius yang berlangsung setiap tahun pada bulan Desember. Pada The 14th International Junior Science Olympiad dihelat di Belanda pada 3-12 Desember 2017. Lebih dari 300 peserta berusia 15 tahun dan lebih muda, dari 50 negara mengikuti IJSO 2017. Ajang IJSO sendiri menguji pengetahuan dan keterampilan para peserta di bidang Fisika, Biologi dan Kimia.

Tim Indonesia pada IJSO 2017 ini berhasil melanjutkan tradisi emas pada penyelenggaraan sebelum-sebelumnya. Tim Merah Putih berhasil meraih 2 medali emas dan 3 medali perak pada IJSO 2017.

Pada The 14th International Junior Science Olympiad tema yang dipilih yakni ‘water and sustainability’. Tema tersebut sesuai dengan negara tuan rumah (Belanda) yang dengan manajemen pengelolaan air yang baik berhasil membuat negerinya tetap kering dan tidak terendam banjir. Air sendiri merupakan isu penting di seluruh belahan dunia. Akses untuk mendapatkannya, air yang bersih untuk diminum menjadi problem yang terus berkembang di beberapa negara, serta risiko bencana banjir dikarenakan perubahan iklim.

Negara Indonesia sendiri dapat belajar dari Belanda yang punya pengalaman panjang terkait tata kelola air. Hal itu seperti diungkap leader Tim Indonesia di IJSO 2017, Ahmad Ridwan.

“Belanda itu kan erat hubungannya dengan air. Belanda itu sebenarnya berada di bawah air. Jadi mereka sangat ahli yang ada kaitannya dengan air. Temanya kan ‘water and sustainability’. Jadi tema itu diangkat memang sangat erat dengan situasi di Belandanya sendiri,” kata leader Tim Indonesia di IJSO 2017, Ahmad Ridwan di Terminal 2 bandar udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Rabu malam (13/12/2017).

Belanda sendiri mampu belajar dari sejarah kegagalan di masa lalu.

“Seperti tempat yang kita kunjungi juga water museum. Mereka punya teknologi yang sangat baik untuk dam. Kalau kita lihat dari situ pernah itu Belanda jebol temboknya tahun 1953 itu. Pengalaman dari situ mereka bikin teknik yang lebih bagus sehingga akhirnya mereka bisa menghadapi persoalan yang ada hubungannya dengan air,” beber Ahmad Ridwan yang merupakan dosen di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB.

Daerah penyangga dan teknik pemompaan merupakan hal yang dapat dipelajari dari Negeri Kincir Angin tersebut.

“Mungkin kita cocok juga meniru tentang banjir. Jadi kalau ada satu kawasan banjir, mereka bisa bikin kayak penyangga banjir, lalu dengan teknik pemompaan yang keluar dan desa yang tadinya banjir jadi kering. Walaupun di batas itu tetap ada airnya,” ungkap Ahmad Ridwan.

“Malahan air yang terbendung itu dipakai untuk tempat rekreasi. Ada yang berenang, main air. Jadi idenya sangat baik. Jadi datangnya air, bukan musibah,” tutup Ahmad Ridwan seperti dilansir situs ditpsmp.