Calon Kepala Daerah Berstatus Petahana Jangan Mutasi Jabatan!

SHARE

Koordinator Divisi Pengawasan, Humas dan Hubal Bawaslu Provinsi Jambi, Fahrul Rozi (istimewa)


CARAPANDANG - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jambi mengingatkan kepada kepala daerah yang ingin mencalonkan diri kembali dan maju pada Pilkada serentak 2020, agar tidak melanggar aturan diantaranya melakukan pergantian atau mencopot pejabat daerahnya.

"Kami ingatkan kepada pihak petahana termasuk bupati dan wali kota yang maju Pilgub Jambi pada tahun ini agar tidak mengganti pejabatnya, karena jika itu dilanggar maka akan dikenakan sanksi kepada calon tersebut," kata Koordinator Divisi Pengawasan, Humas dan Hubal Bawaslu Provinsi Jambi, Fahrul Rozi, di Jambi, Jumat (3/1/2019).

Sehubungan dengan pelaksanaan tahapan pencalonan Pilkada Serentak 2020 di Provinsi Jambi, serta dalam rangka upaya pencegahan terhadap pelanggaran, Bawaslu Provinsi Jambi ingatkan bagi petahana, yakni bupati dan wali kota yang akan maju pada pemilihan gubernur mendatang.

Bawaslu akan menindaklanjuti surat edaran Bawaslu RI Nomor SS 2012/K.BAWASLU/PM.00.00/12/2019 tanggal 30 Desember 2019 tentang instruksi pengawasan tahapan pencalonan pemilihan tahun 2020, Bawaslu Provinsi Jambi akan melayangkan surat imbauan bagi petahana, yakni bupati dan wali kota yang akan bertarung pada Pilgub 2020 mendatang.

Dalam tugas Bawaslu itu salah satunya adalah melakukan pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah upaya meminimalisir potensi pelanggaran baik pidana maupun administrasi dan untuk itu, terkait dengan tahapan pencalonan ini, kami melayangkan surat imbauan terkait larangan yang sudah diatur dalam undang-undang terkait soal pergantian pejabat," kata Fahrul Rozi.

Diketahui, berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota. Menjadi Undang-Undang, Pasal Pasal 71 ayat (1), Pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Berikutnya, ayat (2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali kota atau Wakil Wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri, ayat (3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali kota atau Wakil Wali kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Selanjutnya, ayat (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Wali kota; Ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali kota atau Wakil Wali kota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota; dan ayat (6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Terkait Bupati dan wali kota yang akan maju Pilgub 2020, melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum penetapan calon, berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut, dimana bupati dan wali kota dimaksudnya sebagai dari pejabat negara maka, berdasarkan Pasal 188, maka masuk dalam kategori pidana pemilihan.

"Kalau petahana yang melakukan pergantian pejabat, maka sanksinya adalah diskualifikasi atau pembatalan sebagai calon sedangkan bagi bupati dan walikota yang maju, maka sanksinya adalah pidana pemilihan," kata Fahrul Rozi.

Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan, selain upaya pencegahan, juga akan mendirikan posko pengaduan terkait dalam tahapan pencalonan tersebut.