Cerita Stadion Luzhniki, Kecintaan Sukarno Hingga Final Piala Dunia 2018

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM - Tinggal hitungan jam saja, semua rakyat di dunia akan mengetahui siapa yang bakal menjadi juara Piala Dunia 2018. Dan Luzhiniki Stadium juga akan menjadi sanksi bisu dari tawa atau tangis Kroasia dan Perancis. Seperti telah banyak diketahui gelanggang olahraga sepak bola yang dijadikan markas Spartak Moscow ini, akan jadi tempat pertarungan perebutan gelar turnamen yang sudah dimulai sejak 16 juni tersebut.

Siapa yang akan jadi juaranya? Hanya waktu yang akan menjawab. Terlepas dari hal tersebut, stadion yang memiliki kapasitas 84.745 penonton ini merupakan kembaran dari Stadion Utama Gelora Bung Karno. Kemiripan dapat dilihat dari model gelanggang olahraga itu yang berbentuk melingkar layaknya SUGBK. Tidak itu saja, atap yang tak tertutup sepenuhnya dengan lubang berwujud lingkaran cembung juga jadi kesamaan.



Usut punya usut, kemiripan Luzhiniki dan SUGBK disebabkan oleh kecintaan Presiden pertama yakni Ir Sukarno terhadap stadion tersebut. Benih suka terhadap gelanggang olahraga ini tercipta kala Bapak Bangsa kita tersebut sedang melakukan kunjungan ke Uni Soviet. Kala itu Soekarno terkagum-kagum akan keindahannya setelah melakukan pidato di Luzhiniki. Kondisi tersebut akhirnya mengilhami model dan desain saat melakukan pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).



Bahkan kala itu juga Bung Besar tersebut, ingin SUGBK bisa serupa dengan Luzhiniki. Dilansir laman BolaSkor, Bung Karno juga ingin ada kompleks olahraga di sekitarnya. Kala penentuan lokasi Frederik Silaban selaku sang arsitek memiliki peran penting lantaran yang mengusulkan berdiri di daerah Senayan. Ketika banyak hal sudah disetujui pada tahun 1962 tempat yang kini jadi kebanggaan rakyat Indonesia akhirnya berdiri. Pesta akbar olahraga se-Asia atau kini dikenal sebagai Asian Games menjadi event resmi pertama yang dipertandingkan di sana.



Stadion Gelora Bung Karno berkapasitas awal sekitar 88 ribu. Seiring berjalannya waktu, Stadion Bung Karno mengalami renovasi beberapa kali dan pergantian nama. Stadion Bung Karno sempat diubah namanya menjadi Stadion Senayan saat pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto. Namun setelah Orde Baru runtuh, nama Stadion Gelora Bung Karno kembali disematkan. Terlepas dari hal tersebut kemiripan tersebut menjadi gambaran bagaimana hubungan diplomatik antara kedua negara.