Hasil Kajian Balitbang Perhubungan Dengan UI Paparkan Cara Pulihkan Bisnis Transportasi Udara

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM - Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Perhubungan memaparkan cara memulihkan bisnis transportasi udara melalui hasil kajian Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara dengan Universitas Indonesia.

“Untuk menjaga keberlangsungan industri transportasi udara, maka diperlukan strategi yang tepat agar sektor tersebut tetap dapat beroperasi optimal untuk memenuhi permintaan yang ada dan kembali beroperasi normal pasca-pandemi,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Umiyatun Hayati Triastuti, dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu (23/9).

Aspek dalam pemulihan bisnis penerbangan terbagi dalam dua periode, yaitu pada saat pandemi, dan pasca pandemi. Pemulihan tersebut meliputi aspek kesehatan, ekonomi, keuangan, kelembagaan, teknis dan sosial budaya.

Upaya tersebut di antaranya melalui kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam memulihkan kurva permintaan industri penerbangan melalui penemuan dan tersedianya obat atau vaksin terhadap Covid-19, meningkatkan rasa aman dalam bepergian dari keberangkatan hingga daerah tujuan.

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, mengatakan terkait optimalisasi kinerja dan pemulihan bisnis sektor transportasi tersebut, akan membangun kolaborasi pentahelix dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) untuk melakukan berbagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19.

"Saya harap dapat ditemukan cara baru paling efektif untuk menekan laju penyebaran pandemi, terlebih di sektor transportasi udara,” ujar Budi.

Hayati mengatakan kolaborasi juga perlu dalam upaya mengembalikan perilaku pengguna jasa transportasi udara dengan mengubah persepsi dan opini publik.

Adapun caranya adalah melakukan komunikasi edukasi teknologi pendukung kesehatan antara pemerintah dengan masyarakat, dengan topik seperti terkait saringan penyerap partikel udara berefisiensi tinggi (HEPA filter) atau pemasangan fasilitas sanitasi secara ekstensif.

Lebih lanjut, upaya kolaborasi untuk memulihkan pendapatan nasional juga perlu dilakukan secara bersama-sama, sehingga dapat mempengaruhi pendapatan individu yang dapat dibelanjakan, dan berimbas pada peningkatan marginal propensity to consume pada sektor transportasi udara.

Di sisi lain, INACA sebagai asosiasi maskapai penerbangan nasional dapat melakukan negosiasi pembayaran bahan bakar avtur pesawat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina Persero, negosiasi insentif perpajakan kepada Kementerian Keuangan RI, negosiasi kreditur nasional maupun internasional, dan negosiasi insentif pengurangan tarif pelayanan jasa kebandaraan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Angkasa Pura I dan II, dan Airnav Indonesia.

Sedangkan maskapai penerbangan, dalam hal korporasi, perlu melakukan lindung nilai (hedging) khususnya yang banyak memiliki utang valas namun pendapatannya dalam bentuk rupiah, risk assessment dan transformasi business process reengineering secara menyeluruh mulai dari strategis, cashflowcapital expenditureoperational expenditure, dan revenue enhancement, restrukturisasi pinjaman/manajemen likuiditas, stabilisasi neraca keuangan, efisiensi biaya penerbangan jadwal domestik dan internasional, restrukturisasi struktur organisasi, jaringan, dan rasionalisasi armada.

Hayati mengatakan keinginan untuk menjaga keselamatan diri dari ancaman Covid-19 memiliki dampak pada perubahan pola perilaku pengguna jasa transportasi udara.

Hal itu terlihat dari apa yang dialami ekosistem sektor penerbangan, pada bulan April hingga Mei 2020, yang mengalami penurunan demand sebesar 80,23 persen.

Walau sempat terjadi rebound beberapa waktu lalu, tapi penurunan demand masih berada di atas angka 60 persen.

Penurunan itu jauh apabila dibandingkan dengan tahun 2019 yang hanya 13,21 persen.

Adanya penurunan permintaan sektor transportasi udara mengakibatkan menurunnya Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 0,18 persen, konsumsi rumah tangga sebesar 0,55 persen, dan pendapatan tenaga kerja sebesar 0,54 persen.

Selain itu, terdapat beberapa sektor lain yang juga terkena dampak dari menurunnya output sektor transportasi udara, di antaranya sektor perhotelan (13,58 persen), manufaktur (minus 12,36 persen), dan sektor perdagangan/jasa (minus 6,44 persen).