Ini Daftar Kandidat Vaksin Covid-19 Yang Paling Meyakinkan Dunia

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM- Pandemi COVID-19 yang menginfeksi jutaan orang di dunia menuntut para peneliti dan ilmuwan untuk mencari solusi atas permasalahan ini.

Dikutip dari livescience, Jumat (25/9/2020), setelah berbulan-bulan, para ilmuwan dan peneliti di dunia telah berusaha menciptakan vaksin untuk mengatasi pandemi COVID-19. Sampai saat ini sudah ada 38 vaksin yang sudah mencapai tahap uji coba pada manusia.

Uji klinis pada vaksin meliputi tiga fase uji coba. Pada tahap satu dan dua, adalah fase untuk memeriksa keamanan dan efek samping. Sedangkan di dalam fase ketiga, para peneliti menguji kemanjuran serta memantau reaksi dari relawan yang menggunakan vaksin tersebut.

Food and Drug Administration (FDA) akan menyetujui vaksin jika percobaan tersebut terbukti aman, efektif dan memiliki manfaat lebih besar dibandingkan dengan risikonya.

Berikut ini adalah 8 vaksin yang telah dikembangkan dan terlihat menjanjikan untuk mengatasi COVID-19 serta beberapa langkah lebih dekat menuju produksi massal:

>AstraZeneca/Universitas Oxford

Vaksin yang saat ini disebut ChAdOx1 nCoV-19, atau yang dikenal sebagai vaksin Oxford, sedang dikembangkan oleh universitas Inggris bekerja sama dengan perusahaan farmasi AstraZeneca. Uji klinis fase 3 yang diadakan di AS, Inggris dan beberapa negara lain sebelumnya sempat dihentikan pada 6 September lalu karena adanya dugaan efek samping yang menyebabkan radang sumsum belakang pada sukarelawan.

Namun, peradangan tersebut tidak dapat dipastikan berasal dari vaksin atau faktor lain. Lalu uji coba kembali dilakukan beberapa hari kemudian setelah Otoritas Pengaturan Kesehatan Obat Inggris mengatakan bahwa vaksin tersebut aman untuk diuji kembali.

Vaksin ini dibuat dari versi virus flu biasa yang dilemahkan, yang disebut adenovirus, virus yang menginfeksi simpanse. Para peneliti mengubah virus secara genetik sehingga tidak dapat bereplikasi pada manusia serta memberikan gen untuk menghadapi protein lonjakan yang digunakan COVID-19 untuk menginfeksi tubuh manusia.

Secara teori, vaksin akan mengajari tubuh untuk mengenali lonjakan tersebut, sehingga ketika seseorang terpapar, sistem kekebalan tubuh dapat menghancurkannya.

Uji coba fase 3 vaksin ini telah dimulai di Brasil dan akan mendaftarkan hingga 5.000 sukarelawan. Uji coba fase 3 lainnya diharapkan untuk mendaftarkan 10.500 orang tambahan di Inggris dan 30.000 di AS.

Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS) AS mengumumkan bahwa mereka akan memberikan hingga $ 1,2 miliar (Rp 17,925,840,000,000) kepada AstraZeneca untuk mempercepat proses pengembangan vaksin dan untuk membantu perusahaan membuat setidaknya 300 juta dosis vaksin jika terbukti aman dan efektif.

Sinovac Biotech

Vaksin kandidat lain, yang disebut CoronaVac, yang sedang dikembangkan oleh Sinovac Biotech yang berbasis di Beijing Tiongkok. Menurut clinicaltrials.gov, aksin itu aman dan efektif dalam uji klinis awal, dan sedang merekrut untuk uji klinis fase 3 dengan 8.870 peserta di Brasil.

Sinovac memulai uji coba fase 1 dan fase 2 yang melibatkan 743 orang dewasa sehat pada bulan April di provinsi Jiangsu, Tiongkok. Mereka memberi peserta dua dosis vaksin, dengan jarak dua minggu dan melaporkan bahwa vaksin tersebut tidak menyebabkan efek samping yang serius.

Penelitian juga mengatakan lebih dari 90% peserta telah mengembangkan antibodi penawar vaksin, dua minggu setelah menerima dosis kedua. Sinovac sekarang melakukan uji coba fase 2 pada orang dewasa lanjut usia dan kemudian akan melakukan uji coba pada anak-anak dan remaja.

Pada 9 September, Sinovac melaporkan hasil awal yang menjanjikan dari uji klinis fase 1 / fase 2 mereka pada relawan yang lebih tua. Vaksin tersebut tidak menyebabkan reaksi merugikan yang serius dan dapat ditoleransi dengan baik, imbuh perusahaan tersebut.

Tiongkok telah menyetujui vaksin ini untuk penggunaan darurat. Sekitar 90% karyawan Sinovac dan keluarganya telah menggunakan vaksin eksperimental di bawah penggunaan darurat Tiongkok.

Moderna/National Institute of Allergy and Infectious Diseases

Vaksin kandidat ini (mRNA-1273), yang dikembangkan oleh perusahaan biotek AS Moderna dan National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID). vaksin ini adalah vaksin yang pertama kali diuji pada manusia di AS.

Vaksin Moderna mengandalkan teknologi yang belum pernah digunakan pada vaksin-vaksin lain saat ini, yakni menggunakan materi genetik yang disebut messenger RNA (mRNA).

Vaksin tradisional terdiri dari virus yang dilemahkan atau tidak aktif, atau protein dari virus tersebut, untuk memicu respon imun.  Sebaliknya, vaksin mRNA terdiri dari materi genetik yang mengajarkan sel untuk membangun protein virus ini sendiri.

Menurut National Geographic, Vaksin mRNA ini memiliki beberapa keunggulan, termasuk lebih cepat dan lebih mudah dibuat daripada vaksin tradisional. Vaksin tradisional memerlukan waktu panjang untuk berkembang karena para ilmuwan harus menumbuhkan dan menonaktifkan seluruh patogen atau proteinnya.

Selain memiliki kelebihan, vaksin ini juga memiliki kelemahan dengan stabilitas, cepat rusak dan adanya kemungkinan untuk membatasi kekebalan tubuh. 

Pada 14 Juli, Moderna menerbitkan hasil awal yang menjanjikan dari uji coba fase 1 yang terdiri dari 45 peserta di The New England Journal of Medicine, dimana semua peserta mengembangkan antibodi penawar pada tingkat di atas rata-rata sama seperti yang ditemukan pada pasien COVID-19 yang pulih.

Vaksin tampaknya aman dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik, tetapi lebih dari separuh peserta memiliki beberapa efek samping seperti kelelahan, menggigil, sakit kepala, nyeri otot dan nyeri di tempat suntikan.

Pada bulan April, HHS, di bawah Operasi Warp Speed, berkomitmen untuk mengeluarkan hingga $ 483 juta (Rp 7,215,150,600,000) untuk percepatan pengembangan vaksin Moderna. Vaksin mRNA ini dapat menjadi alternatif yang menjanjikan bila dikembangkan lebih baik lagi.

CanSino Biologics/Institut Bioteknologi Beijing

CanSino Biologics bekerja sama dengan Institut Bioteknologi Beijing, mengembangkan kandidat vaksin menggunakan adenovirus yang dilemahkan. Berbeda dengan vaksin Oxford, yang mengandalkan adenovirus yang menginfeksi simpanse, CanSino Biologics menggunakan adenovirus yang menginfeksi manusia.

Bersama Moderna, perusahaan ini juga menerbitkan hasil uji coba fase 2 mereka pada 20 Juli di jurnal The Lancet. Uji coba dilakukan di Wuhan, melibatkan 508 peserta yang secara acak ditugaskan untuk menerima salah satu dari dua dosis berbeda dari vaksin atau plasebo.

Studi ini juga tidak menemukan efek samping yang serius, meskipun beberapa melaporkan reaksi ringan atau sedang termasuk demam, kelelahan dan nyeri di tempat suntikan. Sekitar 90% dari peserta mengembangkan tanggapan sel-T dan sekitar 85% mengembangkan antibodi penawar.

"Hasil dari kedua studi ini menyambut baik uji coba fase 3, di mana vaksin harus diuji pada populasi peserta yang jauh lebih besar untuk menilai kemanjuran dan keamanannya," Naor Bar-Zeev dan William J Moss, keduanya merupakan bagian dari Vaksin Internasional John Hopkins Access Center.

"Secara keseluruhan, hasil dari kedua uji coba secara umum serupa dan menjanjikan," tambah mereka.