Kala Kritik Mahasiswa Dipuji dan Dimaki

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM – Sudah sepekan sosok  Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Zaadit Taqwa mencuri perhatian publik, khususnya di lini media sosial. Aksinya yang berani meniup  peluit dan memberikan Kartu Kuning saat Presiden Joko Widodo memberikan pidato di acara Dies Natalis ke-68 UI di Depok, Jumat (2/2) menjadi buah bibir masyarakat Indonesia.

Namun, aksinya yang berani tersebut menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.  Bagi yang pro terhadap aksinya mendukung apa yang dilakuan Zaadit.  Pasalnya apa yang dilakukan tidak hanya sekedar  memberikan Kartu Kuning. Namun ada pesan penting yang ingin disampaikan kepada orang nomor satu di Indonesia yang  dinilai belum berhasil dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala negara.

Masih banyak masalah bangsa yang belum diatasi. Tapi yang menjadi isu besar yang diangkat ada tiga hal. Pertama, kasus gizi buruk di Asmat yang telah menelan 72 korban jiwa. Seharusnya ini tidak terjadi sebab Papua mendapatkan dana Otonomi Khusus (Otsus) yang paling besar dari tiga daerah yang mendapatkan.

Kedua, wacana pengangkatan pejabat gubernur dari kalangan Polri dan TNI aktif yang berpotensi aparat tidak netral dalam pilkada.  Dan Ketiga, menolak draf Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permendikti) tentang organisasi mahasiswa  (ORMAWA). Peraturan tersebut yang dinilai berpotensi akan mengekang dan membatasi pergerakan mahasiswa.

Sementara itu, bagi pihak yang kontra “memaki” apa yang telah dilakukan Zaadit Taqwa. Mereka menilai apa yang dilakukan Ketua BEM UI tidak pantas dan tidak sopan. Dan ada juga yang menuding bahwa aksi ini penuh muatan kepentingan tertentu yang anti terhadap rezim Jokowi. Aksinya tidak murni suara mahasiswa tapi ditunggangi oleh kelompok atau partai politik tertentu.

Bahkan, dengan nada nyinyir mereka menilai apa yang dilakukan Zaadit hanya sekedar mencari sensasi. Mereka menyarankan agar Zaadit sebagai mahasiswa melakukan aksi-aksi nyata langsung mendatangi Kabupaten Asmat, Papua yang menderita wabah campak dan gizi buruk. Bukan hanya sekedar kritik-kritik tanpa kerja nyata.  

Mahasiswa Agen Perubahan

Menilik sejarah kehadirian mahasiswa memiliki peran penting dalam perubahan bangsa Indonesia. Bahkan mereka dapat dikatakan sebagai agen perubahan.

Misalnya pada masa kolonial Belanda ada suatu gerakan mahasiswa dari STOVIA yang dikenal dengan Boedi Oetomo pada tahun 1908. Mereka berjuang dan mengkritik kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang dinilai menindas bangsa Indonesia.

Pada masa Orde Lama gerakan mahasiswa juga pernah terjadi pada tahun 1966. Gerakan tersebut menuntut tiga hal atau yang dikenal dengan Tritura. Mahasiswa menyuarakan tiga hal. Yaitu  Pembubaran PKI beseta ormas-ormasnya, Perombakan Kabinet Dwikora, dan  Turunkan harga pangan.

Dalam catatan sejarah, gerakkan mahasiswa tidak berhenti. Di era orde baru, beberapa kali terjadi demo besar yang dilakukan oleh mahasiswa. Sebut saja peristiwa MALARI di tahun 1974, yang menggugat kenaikan BBM dan anti korupsi. Tahun 1978, demo mahasiswa menentang NKK BKK yang telah membungkam senat mahasiswa dan beberapa gerakan lain, hingga yang terbesar di tahun 1998 yang berujung dengan lengsernya Presiden Suharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.  Lengsernya Suharto membuktikan mahasiswa mampu mengubah politik Indonesia.  

Jika melihat sejarah gerakan mahasiswa di atas, penulis memandang mahasiswa memiliki peran penting dalam perubahan bangsa. Dan Kritik yang disampaikan mahasiswa kapada penguasa pasti hadir dari panggilan jiwa mereka.

Tidak  mungkin kritik yang disampaikan mahasiswa asal bunyi tanpa adanya data dan peristiwa yang terjadi. Pasalnya, sebagai kaum terdidik mereka diajarkan untuk berfikir kritis melihat kondisi bangsa.

Mahaiswa akan bersuara lantang jika melihat adanya ketimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan negara. Mereka akan mengingatkan penguasa untuk kembali memperhatikan kesejahteraan rakyat. Menegakan hukum yang seadil-adilnya. Dan menjamin kebebasan berkumpul dan menyuarakan pendapat kepada warganya.

Mengingatkan Jokowi

Sistem demokrasi yang dipilih Indonesia, memberikan ruang yang bebas kepada warganya untuk menyampaikan pendapat atau kritiknya kepada pemerintah. Tentunya kebebasan tersebut tidak kebablasan.

Bagi penulis apa yang dilakukan oleh Ketua BEM UI Zaadit Taqwa merupakan bagian dari caranya untuk menyampaikan pendapat atau kritik untuk mengingatkan pemerintah. Bahwa masih banyak permasalahan bangsa yang harus diselesaikan.

Jika ada yang beranggapan itu tidak sopan tidak sepenuhnya benar. Pasalnya apa yang dilakukan Zaadit masih dalam koridor yang benar. Yakni tidak menyerang personal Presiden Jokowi. Dalam aksinya, dia ingin menyuarakan apa yang sedang dialami bangsa ini. Dengan harapan Presiden sadar dan melakukan aksi-aksi cepat untuk menuntaskan permasalahan bangsa yang menjadi perhatian mahasiswa.

Seharusnya apa yang dilakukan Zaadit direspon positif oleh semua pihak. Sebab, kiritik yang disampaikan membuktikan bahwa mahasiswa saat ini masih peduli dengan kondisi bangsa. Jika mahasiswa diam tanpa melakukan kritik sosial ini sangat berbahaya. Mahasiswa akan sibuk dengan dirinya sendiri tanpa memperdulikan masalah bangsa.

Padahal sebagai kaum terdidik mereka harus mampu melahirkan gagasan-gagasan besar untuk perubahan bangsa. Gagasan besar akan lahir jika para mahasiswanya memiliki daya kritik yang tajam terhadap kondisi bangsa. Tentunya kritik yang disampaikan adalah kritik yang membangun dan menghadirkan solusi.

Selain itu, mahasiswa juga harus peduli kepada masyarakat kecil dengan terjun ke masyarakat dan  melakukan aksi-aksi nyata. Ilmu yang mereka dapat di bangku kuliah harus menghadirkan manfaat bagi masyarakat kecil. Ilmu yang mereka dapat jangan untuk kepentingan dirinya saja, tanpa peduli dengan masyarakat kecil yang membutuhkan uluran tangan mereka.

Bagi Presiden Jokowi, Kartu Kuning yang diberikan oleh Zaadit seharusnya menjadi energi positif untuk terus bekerja dan bekerja. Ternyata di masa kepemimpinanya yang tinggal satu tahun lagi masih banyak permasalahan bangsa yang belum teratasi. Dan masih banyak janji-janji selama kampeye belum terlunasi.  Seperti menyediakan lapangan kerja dan cita-cita mewujdukan nawacita.