‘Kartu Kuning’ untuk Jokowi & Logika Ala Mahasiswa

SHARE

Zaadit Taqwa (tribunnews)


CARAPANDANG.COM – Presiden Joko Widodo diberi ‘kartu kuning’ seusai pidato dan foto bersama di acara dies natalis UI di Balairung UI, Kampus Depok, Jumat (2/2). Aksi itu dilakukan setelah Jokowi berpidato di hadapan tamu, duta besar negara sahabat, rektor, serta guru besar UI. Adalah Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI Zaadit Taqwa yang memberikan ‘kartu kuning’ kepada Presiden Jokowi.

Aksi Zaadit Taqwa bak seorang wasit pertandingan sepak bola ketika memberikan kartu kuning kepada pemain yang melakukan pelanggaran. Dengan sigap anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) mengamankan Zaadit dengan membawanya ke belakang. Ada pun agenda pertemuan Jokowi dengan BEM UI dibatalkan.

Ketua BEM UI Zaadit menyatakan ‘kartu kuning’ itu diberikan kepada Jokowi sebagai peringatan dan bahan evaluasi bagi pemerintahan yang memiliki slogan: kerja, kerja, kerja.

"Sudah seharusnya Presiden Joko Widodo diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya” kata Zaadit, Jumat (2/2) seperti dilansir Kompas.

Apa yang dilakukan oleh Zaadit seolah memberikan narasi lain dan cara pandang yang berbeda. Jika selama ini setiap kunjungan kerja Presiden lebih ramai diberitakan dengan antusiasme, saling bersalaman, ataupun tentang hadiah sepeda – maka Zaadit menjadi antitesis konsep itu.

Zaadit pun membeberkan bahwa masih ada masalah yang membelit negeri ini. Seperti gizi buruk di Asmat, isu penghidupan kembali dwifungsi Polri/TNI, dan penerapan peraturan baru organisasi mahasiswa.

Apa yang dilakukan oleh Zaadit memberikan narasi yang setipe dengan artikel berjudul “Widodo’s smoke and mirrors hide hard truths” yang dipublikasi media asing berbasis di Hong Kong, Asia Times pada 23 Januari 2018. Artikel yang ditulis John Mcbeth menyoroti Presiden Jokowi dan para pembantunya telah menjadi ahli dalam permainan asap dan cermin (smoke and mirrors) ala pesulap. Maka konsepnya adalah untuk meyakinkan publik bahwa sesuatu benar-benar terjadi dan berhasil dicapai walaupun kenyataannya hal itu tidak terjadi atau tercapai.

Mungkin saja muncul kenyinyiran tentang apa yang dilakukan Zaadit si mahasiswa UI. Mengapa tidak berdialog saja, berargumen, beradu data (mungkin itulah kenyinyiran yang terhidang). Namun mahasiswa semenjak dulu punya logika dan caranya yang unik untuk menjadi suara rakyat. Aksi yang menggelitik, mencuri perhatian, dan gelora juang anak muda.

Kenyinyiran itu juga dapat berupa untuk apa mahasiswa berpikir politik praktis. Jangan-jangan ada “kerinduan” terhadap kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) di era Menteri Pendidikan Daoed Joesoef?

Pemikir Voltaire pernah berkata, "Saya tidak setuju dengan apa yang Anda katakan, tapi saya akan membela sampai mati hak Anda untuk mengatakan itu." Lalu akankah itu masih berlaku kini?