Kematian Akibat Suhu Panas Meningkat di Eropa

SHARE

istimewa


CARAPANDANG - Dengan laporan 60.000 kematian di Eropa tahun lalu akibat panas ekstrem, seorang pejabat tinggi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan "kebutuhan besar dan mendesak" untuk mengatasi krisis iklim.

Jumlah kematian akibat panas ekstrem "akan meningkat dari tahun ke tahun," kata Direktur Regional WHO untuk Eropa Hans Kluge pada Selasa (18/7).

"Zona bahaya" saat ini meliputi Eropa selatan dan timur, kata Kluge, mendesak masyarakat untuk "secara rutin memeriksa laporan cuaca, mengikuti panduan setempat, dan mencari tahu tentang risiko kesehatan terkait cuaca dari sumber yang dapat dipercaya."

"Selain beradaptasi dengan realitas baru kita pada musim panas ini, kita harus melihat tahun-tahun dan dekade mendatang," lanjutnya.



Seorang wisatawan menyejukkan diri di Dubrovnik, Kroasia, pada 12 Juli 2023. (Xinhua/PIXSELL/Grgo Jelavic)

"Ada kebutuhan besar dan mendesak untuk melakukan aksi regional dan global guna mengatasi secara efektif krisis iklim, yang menimbulkan ancaman eksistensial bagi umat manusia."

Untuk jangka panjang, Kluge percaya bahwa pengadopsian Deklarasi Budapest, yang memprioritaskan aksi mendesak dan luas dalam tantangan kesehatan terkait perubahan iklim, pencemaran lingkungan, dan sebagainya, di Wilayah Eropa WHO pada awal bulan ini, akan sangat berguna untuk mengatasi "dampak terburuk perubahan iklim pada kesehatan dan sistem kesehatan kita."

Secara khusus, Kluge yakin deklarasi tersebut akan memobilisasi kaum muda untuk ikut terlibat, "karena mereka benar-benar terlibat dalam masalah iklim yang mereka warisi dan sering kali dipenuhi oleh ide-ide dan solusi."

"Aksi terhadap perubahan iklim tidak dapat didasarkan pada pemerintah atau partai politik tertentu. Ini benar-benar harus menjadi isu nonpartisan yang diperjuangkan oleh semua pihak dalam spektrum politik," ujar Kluge.