Kemen PPPA: Rencana Aksi Pencegahan Perkawinan Anak Papua

SHARE

istimewa


CARAPANDANG - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melalui Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion Sinkronisasi Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak (RAD PPA) dengan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) di Provinsi Papua pada Selasa (3/10).

Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat kegiatan ini menjadi penting untuk dilaksanakan khususnya bertujuan untuk mempercepat penurunan angka perkawinan anak di Provinsi Papua. 

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika Kurniadi Sari menyampaikan, hingga saat ini angka perkawinan anak di Provinsi Papua masih di atas rata-rata nasional. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2022, Provinsi Papua berada di peringkat ke-12 (dua belas) dengan persentase 9,17 persen. Namun, Rohika memberikan apresiasi pada komitmen Provinsi Papua yang telah memiliki Peraturan Gubernur nomor 54 Tahun 2022 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak yang akan disupervisi proses implementasinya oleh KemenPPPA. 

“Guna mempermudah pelaksanaan implementasi di daerah, KemenPPPA bekerja sama dengan United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) telah menyusun Panduan Praktis Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak yang dapat digunakan untuk memudahkan daerah dalam mengimplementasikan RAD PPA,” tutur Rohika.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) yang diwakili oleh Kepala Bidang PPUG Provinsi Papua, Adele menyampaikan, hasil kajian yang dilakukan Wahana Visi Indonesia (WVI) Papua dengan menggunakan 4 (empat) kabupaten sebagai sampel kajian, yaitu Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Asmat, Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten Jayapura mengindikasikan perkawinan anak di Papua cukup signifikan. 

“Namun, Pemerintah Provinsi Papua memiliki keseriusan untuk memutus perkawinan terhadap anak mengingat banyaknya dampak yang ditimbulkan dari perkawinan anak tersebut dan berkomitmen untuk melakukan implementasi terhadap Pergub RAD PPA yang telah dibuat,” ungkap Adele.

Rosniaty selaku narasumber ahli menambahkan, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan sinkronisasi RAD PPA dengan Panduan Praktis Stranas PPA, yaitu pemetaan kondisi daerah; merumuskan strategi; membangun komitmen bersama; merencanakan, menganggarkan, dan melaksanakan upaya pencegahan perkawinan anak; dan melakukan pemantauan evaluasi serta pelaporan. “Dalam hal memenuhi langkah-langkah tersebut diperlukan kerja sama antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Provinsi Papua maupun Lembaga Masyarakat yang ada di Provinsi Papua, kerja sama tersebut diharapkan dapat mempercepat penurunan angka perkawinan anak secara nasional,” ujarnya.

“Dalam pertemuan tersebut terselenggara praktik baik dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua atas pendataan perkawinan usia anak seluruh kabupaten/kota dan tentu hal ini akan menjadi strategis intervensi yang dilakukan oleh Dinas PPPA,” pungkas Rosniaty.

 Para narasumber berharap dengan adanya FGD ini, rekomendasi yang dilakukan oleh Dinas urusan PPPA Provinsi dan Kota Jayapura, yaitu melakukan sosialisasi advokasi melengkapi pemetaan langkah aksi dalam program kegiatan di OPD terkait maupun mitra pembangunan lainnya pada 2024, memperluas cakupan target dengan 3 (tiga) daerah pemekaran Papua serta diharapkan langkah-langkah untuk menurunkan angka perkawinan anak menjadi lebih konkret sehingga hak-hak anak dapat terpenuhi dan 80 juta anak Indonesia bisa terselamatkan dari perkawinan anak. dilansir kemenpppa.go.id