Koperasi Simpan Pinjam “Nakal”, Pembentukan LPSK Dinilai Mendesak

SHARE

Ketua DPP Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo) Frans Meroga Panggabean (istimewa)


CARAPANDANG.COM – Pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam di Tanah Air melalui pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi (LPSK) dinilai semakin mendesak di tengah maraknya kasus penyalahgunaan badan hukum koperasi tersebut.

Ketua DPP Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo)  Frans Meroga Panggabean dalam keterangannya, Jumat, mengatakan saat ini ada berbagai hal  yang perlu dibenahi termasuk terkait PSK.

“Ini saat yang tepat, apalagi ini momentumnya akan segera diputuskan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang di dalamnya terdapat area atau klaster untuk perkoperasian dan UMKM,” kata Frans.

Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap koperasi mengingat sejumlah kasus, seperti kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya belum lama ini.

Frans menambahkan ketika rapat kerja dengan DPR, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki juga sempat mengakui bahwa ada kelemahan pengawasan dalam operasional koperasi simpan pinjam.

Menkop berjanji akan mengadopsi pengawasan koperasi simpan pinjam dengan sistem perbankan, di mana akan ada kategori buku satu, dua, dan tiga sesuai dengan modal koperasi itu sendiri.

”Tapi yang Askopindo inginkan adalah setelah nanti pengawasan sedemikian tertib, apa imbal balik yang didapatkan koperasi setelahnya. Ini juga harus menjadi perhatian tersendiri,” katanya.

Pihaknya berharap LPSK menjadi solusi tiga dimensi yakni pertama bagi gerakan koperasi sebagai enforcement agar semakin tertib dan akuntabel, profesional, dan semakin menerapkan good corporate governance.

Yang kedua, bagi pemerintah akan memiliki instrumen resmi sebagai pengawas dan juga sebagai pendamping koperasi dan yang terakhir, bagi masyarakat akan mengembalikan citra dan kredibilitas koperasi sekaligus menjadi alat untuk memperbaiki stigma buruk koperasi yang selama ini terlanjur banyak kasus tidak terpuji.

Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Raliansen Saragih menambahkan pentingnya transparansi kinerja dan operasional koperasi.

“Tapi kalau hanya sekadar angka dan tidak ada alasan yang bisa diterima bagaimana debitur bisa menerima untuk menyepakati,” kata Raliansen Saragih.

Ia melanjutkan sebagai pihak netral melihat bahwa perkembangan di persidangan kasus gagal bayar KSP Indosurya misalnya, kuasa hukum nasabah menegaskan jaminan dana mereka kembali, tetapi di sisi lain semua pihak punya kepentingan yang berbeda.

”Kita jelas tahu bahwa yang pemegang kekuasaan tertinggi di koperasi adalah rapat anggota. Saya mendengar banyak tuntutan dari rapat anggota, apakah ini bisa dipenuhi? Sebenarnya ada mekanisme rapat anggota yang persentasenya tergantung dari anggaran dasar, dan tidak bisa dihambat karena koperasi itu adalah milik anggota,” ujar Raliansen Saragih.