KPK Kembali Memanggil Saksi untuk Kasus Suap Meikarta

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil lima saksi dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Lima saksi itu dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).

"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa lima orang saksi untuk tersangka SMN terkait kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (14/11).

Lima saksi itu adalah Kabid Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Dodi Agus, Kasi Pemanfaatan Ruang Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Yani Firman, Kabid Fisik pada Bappeda Pemprov Jawa Barat Slamet, Melda yang merupakan sekretaris pribadi mantan direktur utama Lippo Cikarang Toto Bartholomeus, dan Achmad Bachrul Ulum dari pihak swasta.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK menelusuri soal pembangunan proyek Meikarta sudah dilakukan sebelum perizinan selesai. KPK mendalami informasi adanya indikasi penanggalan mundur atau "backdate" dalam sejumlah dokumen perizinan Meikarta, yaitu sejumlah rekomendasi sebelum penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB), perizinan lingkungan, pemadam kebakaran, dan lain-lain.

"Jika rekomendasi-rekomendasi tersebut tidak diproses dengan benar, maka risiko seperti masalah lingkungan seperti banjir dan lain-lain di lokasi-lokasi pembangunan properti dapat menjadi lebih tinggi," ucap Febri.

Sejak awal bermasalah KPK pun menduga persoalan perizinan Meikarta terjadi sejak awal, misalnya masalah pada tata ruang. "Karena itu, sebenarnya beralasan bagi pihak Pemprov, Pemkab ataupun instansi yang berwenang untuk melakukan evaluasi terhadap perizinan Meikarta," kata Febri.

KPK total telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu yaitu Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).

Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga tahap/fase, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.  Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada  April, Mei, dan Juni 2018.

Keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam.