KPK Panggil Istri Mantan Sekretaris MA Nurhadi

SHARE

KPK Panggil Istri Mantan Sekretaris MA Nurhadi


CARAPANDANG.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, memanggil Tin Zuraida, istri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016.

Tin dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO).

"Yang bersangkutan dipanggil untuk tersangka HSO," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Tin tidak memenuhi panggilan penyidik KPK pada 11 Februari dan 24 Februari 2020.

Sebelumnya, Tin juga sempat diamankan oleh tim KPK saat penangkapan suaminya dan Rezky Herbiyono (RHE) menantu Nurhadi di salah satu rumah di Jakarta, Selatan, Senin (1/6). Tin saat itu juga dibawa ke gedung KPK, namun statusnya masih sebagai saksi.

Selain Tin, KPK juga memanggil empat saksi lainnya untuk tersangka Hiendra, yaitu pejabat pembuat akta tanah Herlinawati, buruh harian lepas Hamaji, karyawan swasta Andrew, dan pegawai negeri sipil (PNS) Royani.

Selain penyidikan untuk tersangka Hiendra, KPK pada Senin ini juga memanggil seorang saksi lainnya untuk tersangka Nurhadi (NHD), yakni Sofyan Rosada, wiraswasta.

Untuk diketahui, tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan KPK setelah ditetapkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) bersama Nurhadi dan Rezky sejak Februari 2020. Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di Jakarta, Senin (1/6).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada 16 Desember 2019.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.