Maria Tertangkap, Dana Rp. 1,2 Triliun Masih 'Buron'

SHARE

Buronan pembobol Bank BNI, Maria Pauline Lumowa (istimewa)


CARAPANDANG.COM – Buronan pembobol Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Maria Pauline Lumowa berhasil dibawa pulang ke Indonesia setelah 17 tahun menghilang. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, Maria merupakan komplotan terpidana Andrian Herling Woworuntu.

Ketika itu, Maria dan Andrian sama-sama menjabat sebagai direktur perusahaan yang tergabung dalam Gramarindo Group.

Kasus itu terjadi dalam rentang Oktober 2002 hingga Juli 2003, ketika keduanya mengajukan 41 Letter of Credit, yang dilampirkan dengan delapan dokumen ekspor fiktif, seolah-olah perusahaan itu telah melakukan ekspor dengan nilai mencapai Rp 1,2 triliun.

Wanita yang lahir di Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 itu merupakan mantan isteri Jeffrey Baso yang juga berkomplot dengannya dalam peristiwa tersebut.

Namun, Andrian Herling Woworuntu dan Jeffrey Baso masing-masing telah mendapatkan hukuman.

Adrian divonis penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 2005. Sedangkan Jeffrey telah divonis tujuh tahun penjara dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sutjahyo Padmo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sementara Maria Pauline Lumowa melarikan diri ke Singapura, dan kemudian diketahui telah menjadi warga negara 'Negeri Kincir Angin', Belanda.

Pemerintah Indonesia kesulitan mengekstradisi Maria Pauline Lumowa karena status kewarganegaraannya.

Hal itu diungkapkan Menteri Kehakiman Belanda, EMH Hirsch Ballin, saat menjawab pertanyaan Jaksa Agung Hendarman Supandji, dalam pertemuan yang berlangsung 48 menit di Jakarta, Selasa, (24/2/2009).

Namun, saat peristiwa pembobolan terjadi, Maria Pauline masih menjadi warga Indonesia, dan lex loxi delicti juga terjadi di negeri ini, kata Pakar Hukum Internasional, Prof Dr. Suhaidi, SH, di Medan, ketika diminta komentarnya mengenai proses hukum terhadap Maria Pauline yang sudah menjadi warga Belanda, Jumat (27/2/2009).

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.

Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.

"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna.

Selain itu, lanjut Yasonna, keseriusan pemerintah juga ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa. Di sisi lain, Pemerintah Serbia juga mendukung penuh permintaan Indonesia berkat hubungan baik yang selama ini dijalin kedua negara.

Sudah menjadi buronan selama 17 tahun, Maria akhirnya diekstradisi dari Serbia oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada Rabu (8/7/2020).

"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.

Maria Pauline Lumowa di bawa ke Indonesia dan tiba melalui Terminal 3 Kedatangan Internasional Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Kamis (9/7) siang.

Maria tiba di ruang tunggu kedatangan VIP Terminal 3 Bandara Soetta sekitar pukul 11.00 WIB. Dengan mengenakan baju tahanan Bareskrim Polri dan kupluk, serta kedua tangan diikat, perempuan yang telah menjadi buronan selama 17 tahun itu langsung di bawa ke dalam ruangan khusus dengan pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan petugas Kemenkumham.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly beserta rombongan telah terlebih dahulu memasuki ruang tunggu VIP sekitar pukul 10.50 WIB.

Setelah menjalani protokol kesehatan, seperti pengecekan suhu tubuh, saturasi oksigen, dan surat kewaspadaan kesehatan, Yasonna beserta rombongan langsung memasuki ruang tunggu yang telah disiapkan.

Menteri Yasonna mengatakan bahwa upaya esktradisi Maria bisa terjadi, tak lepas dari, adanya diplomasi hukum dan hubungan baik antarnegara serta komitmen pemerintah dalam penegakan hukum.

Yasonna menuturkan, pemulangan Maria juga sempat mendapat "gangguan" berupa upaya hukum agar dapat lepas dari proses ekstradisi dan ada upaya dari sebuah negara untuk mencegah ekstradisi terwujud.

Namun, kata Yasonna, Pemerintah Serbia tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.

"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," kata Yasonna.

Yasonna menambahkan, ekstradisi Maria tak lepas dari asas timbal-balik karena sebelumnya Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.

Upaya Suap

Menkumha, Yasonna Laoly menyebutkan bahwa terdapat upaya suap yang dilakukan oleh pihak Maria Pauline Lumowa agar pembobol kas Bank BNI senilai Rp1,2 triliun itu tidak diekstradisi.

"Selama proses ini ada negara dari Eropa juga yang mencoba melakukan diplomasi-diplomasi agar beliau tidak diesktradisi ke Indonesia, dan ada pengacara beliau yang mencoba melakukan upaya-upaya hukum juga, sebelum saya berangkat, saya berbicara dengan Asisten Menteri Kehakiman (Serbia) di bandara, beliau mengatakan ada upaya-upaya semacam melakukan suap," kata Yasonna dalam jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Kamis.

Yasonna mengatakan upaya untuk menggagalkan proses ekstradisi terhadap wanita yang telah buron selama 17 tahun itu tidak terwujud berkat diplomasi hukum tingkat tinggi yang dijalankan pemerintah Indonesia, serta komitmen tegas pemerintah Serbia untuk mengekstradisi Maria ke Indonesia.

"Dengan pendekatan diplomasi 'high level' dalam bidang hukum dan persahabatan akhirnya kita bisa membawa beliau kembali dengan sukses, dapat kita bawa kembali supaya dapat menjalani proses hukum sebagaimana mestinya," kata Yasonna.

Lobi-Lobi Negara Lain Cegah Ekstradisi

Yasonna Laoly menjelaskan bahwa proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa memakan waktu lama karena adanya lobi-lobi dari negara lain yang berusaha menggagalkan proses pemulangan buronan pembobol kas Bank BNI itu.

Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019 lalu.

"Ini memerlukan proses panjang, saya katakan tadi karena dia warga negara, tentunya ada lobi-lobi bukan hanya kita yang melobi, tentu ada negara lain juga yang melakukan lobi-lobi menurut penjelasan dari pak Duta Besar ada upaya yang intens dari salah satu negara untuk melobi supaya yang bersangkutan tidak diekstradisi ke Indonesia," ujar Yasonna dalam jumpa pers di Bandara Seokarno-Hatta, Banten, Kamis.

Namun, Yasonna tidak mengungkap negara mana yang ingin menggagalkan ekstradisi terhadap perempuan yang buron selama 17 tahun itu.

Dia mengatakan sejak memperoleh informasi bahwa Maria ditangkap di Serbia, pihaknya langsung mengirimkan surat permintaan percepatan permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Serbia pada 31 juli 2019.

Namun, adanya "gangguan" dari salah satu negara tersebut membuat proses ekstradisi tidak berjalan mulus.

Saham BNI Turun

Harga saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk turun seiring penangkapan buronan pelaku pembobolan Bank BNI sebesar Rp1,7 triliun Maria Pauline Lumowa di Serbia.

Pada pukul 14.13 WIB harga saham perusahaan berkode emiten BBNI tersebut terkoreksi 30 poin atau 0,62 persen ke Rp4.770 per lembar saham.

Sekitar pukul 10.00 WIB pagi tadi saham BBNI sempat menyentuh level terendah Rp4.730 per lembar saham, setelah di awal perdagangan sempat mencapai level tertingginya Rp4.860 per lembar saham.

Frekuensi perdagangan saham BBNI hari ini tercatat sebanyak 12.776 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 46,42 juta lembar saham senilai Rp222,23 miliar.

Kejar Aset

Meskipun Maria telah tertangkap, namun aliran dana Rp 1,2 triliun masih "buron". Pasalnya, Menteri Yasonna Laoly mengatakan pihaknya masih dalam tahap mengejar aset yang dimiliki oleh tersangka pembobol kas BNI Maria Pauline Lumowa yang berada di luar negeri.

“Kita akan mengejar terus. Bersama penegak hukum, kita akan melakukan asset recovery (pengembalian aset) yang dimiliki Maria Pauline Lumowa di luar negeri," ujar Yasonna dalam jumpa pers di Bandara Seokarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis.

Yasonna menegaskan, pihaknya akan menempuh berbagai upaya hukum untuk membekukan aset milik perempuan yang buron selama 17 tahun itu, termasuk melakukan pemblokiran terhadap akun yang dimiliki. Proses tersebut akan dilakukan setelah Maria menjalani proses hukum di Tanah Air.

Dia mengatakan bahwa proses pengejaran aset itu akan dilakukan secara bertahap.

“Ini tidak bisa langsung. Semuanya merupakan proses, tetapi kita tidak boleh berhenti. Semoga upaya ini bisa memberikan hasil baik bagi negeri sekaligus menegaskan prinsip bahwa pelaku pidana mungkin saja bisa lari, tetapi mereka tidak akan bisa sembunyi dari hukum kita,” kata Menteri berusia 67 tahun tersebut.

Dalam kesempatan itu, Yasonna juga menjelaskan alasan dirinya memimpin proses ekstradisi terhadap Maria Pauline.

“Ini untuk menunjukkan keseriusan bahwa Indonesia berkomitmen untuk tujuan penegakan hukum. Puncaknya adalah pertemuan saya dengan Presiden Serbia pada awal pekan ini untuk menegaskan proses ekstradisi Maria Pauline Lumowa,” kata dia.

Yasonna juga menyampaikan bahwa masa penahanan Maria Pauline Lumowa akan habis pekan depan. Itu sebabnya pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM meningkatkan intensitas percepatan ekstradisi ini selama sebulan terakhir.

BNI Harap Dapat Kurangi Kerugian

PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) berharap dengan ditangkap dan diekstradisinya tersangka pembobolan bank Maria Pauline Lumowa senilai Rp1,7 triliun, dapat memperlancar upaya pemulihan (recovery) ke perseroan, dan dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan saat kasus itu terjadi.

“Dengan adanya proses hukum terhadap MPL (Maria Pauline Lumowa) maka berpotensi mendapatkan 'recovery' untuk mengurangi kerugian,” ujar Corporate Secretary BNI Meiliana saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.

BNI, kata Meiliana, menghormati proses hukum yang sedang berjalan terhadap tersangka Maria Pauline. BNI juga berjanji akan membantu aparat penegak hukum hingga kasus pembobolan yang terjadi pada 2002-2003 ini tuntas.

Perseroan mengapresiasi keberhasilan aparat penegak hukum dan Instansi terkait lainnya yang telah mengekstradisi Maria Pauline dari Serbia.

“Dengan adanya penangkapan dan ekstradisi MPL dari Beograd-Serbia ke Indonesia oleh aparat penegak hukum dan instansi-instansi terkait, maka proses hukum dapat dilanjutkan, dan Tersangka dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum dan ketentuan yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.

Polri Sita Harta Maria Rp. 132 M

Kabareskrim Polri Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa polisi sejauh ini telah menyita aset-aset milik tersangka Maria Pauline Lumowa senilai Rp132 miliar. Pencarian dan penyitaan aset tersebut selama Maria Pauline kabur ke luar negeri.

"Tracing aset dari barang bergerak dan barang tidak bergerak dan uang. Nilai lelangnya saat itu Rp132 miliar," kata Komjen Pol. Sigit saat konferensi pers di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/7/2020).

Sigit mengatakan bahwa pihaknya akan menelusuri aset-aset lainnya milik Maria Pauline.

"Kami akan melacak aset terkait dengan aliran dana yang masuk ke MPL (Maria Pauline Lumowa)," katanya.

Dalam konferensi pers ini, Kabareskrim Sigit didampingi Karo Penmas Polri Brigjen Pol. Awi Setiyono dan Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Helmy Santika.

Terancam Penjara Seumur Hidup

Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya akan menjerat tersangka Maria Pauline Lumowa dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) selain menerapkan pasal tindak pidana korupsi.

Untuk menjerat dengan pasal TPPU, penyidik akan membuat laporan polisi terpisah.

"Tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pidana seumur hidup dan Pasal 3 Ayat 1 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, di mana kami akan membuat laporan polisi tersendiri," kata Komjen Sigit di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/7/2020).

Jeratan TPPU, kata Sigit, untuk menelusuri aset atau pihak lain yang diduga ikut terlibat dalam perkara senilai Rp1,2 triliun tersebut.

"Kami periksa dulu tersangka secara lebih mendalam. Dari situ akan diketahui yang bersangkutan punya aset di mana atau pihak-pihak lain yang saat ini belum sempat ditersangkakan," katanya.

Dalam konferensi pers ini, Kabareskrim Sigit didampingi Karo Penmas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono dan Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika.