Melawan Lupa Sejarah Aksi Kamisan

SHARE

Aksi Kamisan diceritakan di Gramedia Writers And Readers Forum (Arfianingrum Pujiastuti)


CARAPANDANG.COM – Pada Ahad 8 April 2018 di Auditorium Perpustakaan Nasional RI diputar film pendek Laut Bercerita. Film pendek tersebut berbasiskan novel Laut Bercerita karya Leila S.Chudori. Salah satu momen yang membetot perhatian yakni Aksi Kamisan yang dilakukan di depan Istana Merdeka.

Tahukah Anda sejarah Aksi Kamisan? Jika merujuk pada aksikamisan.net, di penghujung tahun 2006, Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), yaitu sebuah paguyuban korban/keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) mengadakan sharing bersama JRK (Jaringan Relawan Kemanusiaan) dan KontraS untuk mencari alternatif kegiatan dalam perjuangannya. Pada pertemuan hari Selasa, tanggal 9 Januari 2007, bersama KontraS dan JRK, disepakati untuk mengadakan suatu kegiatan guna bertahan dalam perjuangan mengungkap fakta kebenaran, mencari keadilan dan melawan lupa. Sebuah kegiatan berupa “Aksi Diam” sekali dalam seminggu menjadi pilihan bersama. Bahkan disepakati pula mengenai hari, tempat, waktu, pakaian, warna dan maskot sebagai simbol gerakan.

Pilihan jatuh hari “Kamis”, adalah hari di mana peserta rapat bisa meluangkan waktu. Depan Istana Presiden menjadi lokasi aksi karena Istana merupakan simbol pusat kekuasaan. Waktu ditentukan pukul 16.00-17.00 (tepat) adalah saat lalu lintas di depan Istana Presiden ramai oleh kendaraan pulang bekerja.

Hari Kamis, 18 Januari 2007 adalah hari pertama berlangsungnya Aksi Diam. Disadari bahwa negara sengaja mengabaikan terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM, maka dengan melakukan “Aksi Kamisan” atau yang dikenal juga dengan sebutan “Aksi Payung Hitam” adalah merupakan upaya untuk bertahan dalam memperjuangkan mengungkap kebenaran, mencari keadilan, dan melawan lupa. Di samping itu dengan selalu melayangkan surat terbuka kepada Presiden RI, merupakan pendidikan politik bagi para pemimpin bangsa.

Jika merujuk pada novel Laut Bercerita, Aksi Kamisan diawali di Argentina. Berikut nukilan sejarah singkatnya seperti tertera di novel Laut Bercerita halaman 354-355:

Aku melahapnya sambil mendengarkan cerita Daniel dan Alex yang susul-menyusul menceritakan upaya mereka meyakinkan para wakil negara lain bahwa penculikan atau penghilangan paksa bukan hanya fenomena di negara-negara Amerika Latin tetapi juga meluas ke negara-negara Afrika dan Asia. Daniel mengaku bagaimana dia mempelajari semua orasi para ibu dari Plaza de Mayo yang pada tahun 1977 memulai tradisi setiap hari Kamis mengadakan unjuk rasa di hadapan Casa Rosada, Istana Presiden Argentina. Para ibu itu mempunyai persamaan: anak mereka hilang diculik dan tak tahu apa yang terjadi dengan mereka. Maka para aktivitis dari berbagai negara bertahun-tahun mulai ikut mendukung para ibu Plaza de Mayo yang berbicara di Jenewa untuk meyakinkan sidang bahwa mereka membutuhkan konvensi baru.

Terkait aksi di Plaza de Mayo terdapat cerita unik lainnya yang diungkapkan di novel Laut Bercerita di halaman 356 sebagai berikut:

…Setiap hari Kamis, mengenakan sehelai kain putih penutup kepala berjalan-jalan di hadapan Istana Presiden. Setiap hari Kamis, dalam keadaan sehat atau sakit, mereka tak akan absen berdiri di depan istana.

“Mereka mempunyai aturan tak boleh berkumpul di muka istana lebih dari dua orang,” kata Fiorella dengan aksen Hispanik yang kental dan suara berat dan serak. Ia bertubuh besar, agak subur tetapi tampak tegap dan untuk usianya. “Lalu kami kan tak bodoh, kami akali mereka. Dua madres maju jalan, lalu menghilang, menyusul dua madres berikutnya, menyusul dua madres berikutnya ha ha ha lama-lama seperti barisan madres yang berjarak jauh dan polisi tak bisa apa-apa dengan siasat kami,” dia mengenang peristiwa 1978 silam.