Mengawal Suara Disabilitas Mental pada Pemilu 2024

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memperbolehkan pemilih kategori penyandang disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang memiliki hak suara pada Pemilu 2024 menjadi tantangan tersendiri bagi para penyelenggara pemilu di daerah. Dari total 1,1 juta penyandang disabilitas calon pemilih Pemilu 2024, tercatat sebanyak 264.594 penyandang disabilitas mental yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024.

Mengacu pada pengalaman Pemilu 2019, KPU memperbaiki akses bagi pemilih penyandang disabilitas, termasuk penyandang disabilitas mental. Menengok kondisi mental pemilih penyandang disabilitas mental, tentunya berbeda dengan orang lain pada umumnya.

Kondisi tersebut membuat para penyelenggara pemilu, baik KPU, kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), dan  petugas terkait lainnya dituntut berperan aktif dan memberikan perhatian lebih, agar suara mereka dapat disalurkan secara optimal sesuai harapan KPU.

Pemilih kategori penyandang disabilitas mental ini harus memiliki beberapa kriteria, antara lain, mendapatkan surat keterangan dari dokter yang memastikan mereka layak ke TPS untuk menggunakan hak suaranya. Rekomendasi dari dokter itu untuk mengetahui kondisi pemilih kategori disabilitas mental, apakah layak atau tidak menggunakan hak suaranya.

Kemudian bagi pemilih disabilitas mental yang dianggap memungkinkan, yang bersangkutan akan mendapatkan pendamping ketika menuju ke TPS untuk mencoblos surat suara. Pendamping pemilih disabilitas mental bisa dilakukan petugas, anggota KPPS, atau keluarganya saat pencoblosan.

Untuk itu, Kementerian Sosial (Kemensos) RI siap memberikan asistensi kepada penyandang disabilitas mental di sentra-sentra perawatan untuk memberikan hak politik mereka saat Pemilu 14 Februari 2024. Sekretaris Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial Kemensos Salahudin Yahya di Jakarta, Rabu (31/1/2024) menyebut, terdapat 820 penyandang disabilitas mental yang mendapat perawatan di 31 sentra milik Kemensos.

Pihaknya memastikan semua berhak menggunakan hak suara sesuai dengan ketentuan undang-undang. Sebagai langkah awal, Kemensos berkoordinasi dengan KPU untuk membantu penerima manfaat mengurus pindah memilih di sekitar lingkungan sentra. Kelengkapan identitas kependudukan menjadi hal yang diutamakan selama menerima layanan di sentra.

Hal tersebut agar penerima manfaat tidak harus dipulangkan ke domisili mereka untuk memilih selama masa layanan. Data-data ODGJ yang sudah diperiksa kelengkapannya dan dinyatakan layak memilih akan dilaporkan ke KPU.

Sementara untuk penyandang disabilitas mental yang telah selesai menerima layanan di sentra, menurut Salahudin, selain memastikan kelengkapan identitas, sentra akan berkoordinasi untuk dengan KPU untuk menentukan tempat pemungutan suara (TPS) yang diperbolehkan penyandang disabilitas mental memilih bersama pendamping mereka.

“Kemudian kelayakannya tentu kami minta pertimbangan dari penanganan ahli ODGJ, termasuk peksos (pekerja sosial) kami yang ada di sana. Kalau di luar, kami lihat mana yang layak untuk menggunakan hak suaranya di luar,” ujar Salahudin.

Kemensos juga berkewajiban mengenalkan para calon yang akan dipilih oleh penerima manfaat pada Pemilu nanti. Pihaknya juga memastikan disabilitas mental yang layak memilih, merupakan penerima manfaat yang stabil dan rutin mengonsumsi obat.

Selain itu, Kemensos melalui kepala sentra minimal satu minggu sebelum pelaksanaan pemilu akan memberi sosialisasi kepada penerima manfaat. Kemensos menjamin pendamping penyandang disabilitas tidak mempengaruhi pemilih dengan penandatanganan surat perjanjian mutlak untuk netral.

Jawa Barat adalah salah satu kantong suara pemilu terbesar. Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Jawa Barat Hedi Ardia menyebut sekitar 32 ribu lebih penyandang disabilitas mental di daerah itu akan ikut memberikan suara pada Pemilu 2024.

Hedi mengatakan 32.712 penyandang disabilitas mental ini akan bergabung dengan penyandang disabilitas kategori lainnya, yang totalnya akan mencapai 146.751 orang di Jawa Barat.

“Bukan ODGJ, kami menyebutnya penyandang disabilitas mental. Mereka bukan yang tidak terdata atau berkeliaran di jalan-jalan, mereka ada di rumah dan secara medis berdasarkan keterangan dokter, bisa menentukan pilihan,” ujar Hedi di Kabupaten Bandung Barat, Selasa (30/1/2024).

KPU Jawa Barat mengatakan, dilibatkannya penyandang disabilitas mental sebagai calon pemilih bukanlah yang pertama kali, di mana pada 2019 mereka juga turut ambil bagian karena dinilai memiliki hak pilih.

Jumlah pemilih disabilitas mental terbanyak di Jabar tercatat berada di Kabupaten Bandung dengan jumlah 2.467 orang, Kabupaten Garut 2.084 orang dan Kota Bandung sebanyak 2.040 orang. Selain penyandang disabilitas mental, ada juga kalangan penyandang disabilitas intelektual yang memiliki hak pilih di Jabar, yakni sebanyak 7.922 orang.

Terbanyak, adalah penyandang disabilitas fisik sebanyak 66.817 orang, disabilitas sensorik wicara 15.919, disabilitas sensorik rungu sebanyak 7.105 orang, dan disabilitas sensorik netra 16.276 orang. dilansir indonesia.go.id