Mengenal Sistem Presidensial yang Dibangun di atas Fondasi Multipartai

SHARE

Ilustrasi


CARAPANDANG.COM – Sejumlah ahli politik mengafirmasi sulitnya sistem presidensial jika dipadukan dengan sistem multipartai ekstrem. Juan Linz dan Arturo Velenzuela, dalam The Failure of Presidential Democracy: The Case of Latin America (1994) mengatakan presidensialisme yang diterapkan di atas konstruksi politik multipartai cenderung melahirkan konflik antara lembaga presiden dengan parlemen serta akan menghadirkan demokrasi yang tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh adanya dual-legitimacy. Kedua lembaga sama-sama dipilih rakyat.

            Studi Scott Mainwaring dan Matthew Soberg Shugart, dalam Presidentialism and Democracy in Latin America (1997), menyebutkan bahwa kombinasi sistem presidensial dan multipartai akan melahirkan presiden minoritas (minority president) dan pada akhirnya akan menghasilkan pemerintahan yang terbelah (divided government). Presiden akan tersandera secara politik dan sangat sulit mendapatkan dukungan politik di parlemen.

            Mainwaring dalam Presidentialism, Multipartism and Democracy (1993) menyebut sistem presidensial yang dibangun di atas fondasi sistem multipartai (seperti kasus Indonesia) sebagai difficult combination. Hal ini karena tiadanya partai mayoritas di DPR, potensi deadlock antara legislatif dengan eksekutif semakin besar. Sistem multipartai juga membuat koalisi partai yang bersifat permanen makin sulit dicapai. Cross-national survey yang dilakukan Mainwaring menunjukkan dari tiga puluh satu negara di dunia yang stabil demokrasinya (lebih dari dua puluh lima tahun secara berturut-turut menerapkan sistem demokrasi), tidak ada satu pun yang menganut sistem presidensial berbasis multipartai seperti Indonesia.