Menilik Opsi Penundaan Pilkada Di Masa Pandemi

SHARE

COVID-19


CARAPANDANG.COM - Guru besar FISIP UI, Prof Dr Valina Singka Subekti, mengatakan Pilkada serentak sangat kompleks, rumit, dan berbiaya mahal. Pilkada identik dengan kerumunan massa yang melibatkan banyak orang.

Setidaknya terdapat 715 pasangan calon, 106 juta lebih pemilih, ratusan ribu TPS, dan jutaan petugas KPPS. Pilkada dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis, ekonomi, kultural.

Pilkada diharapkan bukan hanya sekadar ritual prosedural elektoral tetapi pilkada harus dapat menjamin melahirkan kepala daerah berkualitas untuk menjamin tata kelola daerah yang baik guna mempercepat kemakmuran di daerah-daerah.

Pertanyaannya, apakah pilkada serentak pada situasi pandemi Covid-19 mampu menghasilkan pilkada yang sehat dan kepala daerah berkualitas?”

Prof. Valina membuka opsi untuk melakukan penundaan, yaitu opsi penundaan serentak ataupun penundaan secara parsial. Menurutnya, selama melakukan penundaan, dapat dilakukan upaya pengendalian persebaran Covid-19; menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat; inovasi pengaturan perpanjangan waktu untuk pemungutan suara. Selain itu perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik; pemungutan suara via pos, kotak suara keliling; Inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera, seperti penghentian kampanye atau diskualifikasi apalagi melanggar protokol kesehatan; memberi pemahaman pada petugas pemilu dan pemilih mengenai pilkada dengan protokol kesehatan.

"Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan Pilkada. Pelaksanaan Pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko," ujar dia.