Menimbang Syafi’i Antonio sebagai Cawapres Prabowo

SHARE

Syafi'i Antonio (syafiiantonio.com)


CARAPANDANG.COM – Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta Ubeidilah Badrun menilai tokoh muslim beretnis Tionghoa Syafi’i Antonio masuk radar Prabowo Subianto untuk mendampinginya sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2019 mendatang.

Syafi’i memiliki rekam jejak yakni alumnus program doktor Micro Finance dari Melbourne University pada 2004 ini telah mendapat sejumlah penghargaan penting. Di antaranya Anticorruption & Good Governance Award dari Kementerian Aparatur Negara pada 2007. Juga, Arab Asia Finance Recognition Award dari Arab Asia Finance Forum pada 2008, dan Australian Alumni Award dari Pemerintah Australia pada 2009.

Saat ini, Syafii menduduki posisi sebagai Komite Perbankan Syariah pada Bank Indonesia, Shariah Advisory Council Bank Sentral Malaysia, dan Global Shariah Board al-Mawarid Dubai. Syafii juga duduk sebagai Dewan Pengawas di Bank Syariah Mandiri dan sejumlah bank konvensional besar lainnya.

"Tokoh Muslim beretnis Tionghoa ini adalah pemikir muslim dunia di bidang ekonomi," kata Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta Ubeidilah Badrun, Kamis (29/3/2018) seperti dilansir Republika.

Syafi’i juga dipandang memiliki kompetensi di ranah ekonomi yang cocok untuk melengkapi kepemimpinan Prabowo.

"Kapasitasnya yang ahli di bidang ekonomi sangat dibutuhkan Prabowo dalam menjawab dan mengatasi problem ekonomi Indonesia di masa depan,"  imbuh Ubeidilah Badrun.

Mungkinkah Berpasangan dengan Syafi’i?

Jika menilik konfigurasi partai yang ada, maka Gerindra mencoba menjalin komunikasi dengan PKS, PAN, PKB, Partai Demokrat, PBB untuk berada di koalisi yang memajukan Prabowo sebagai capres. Siapa sosok pendamping Prabowo masih dijaring dalam radar dan akan dikomunikasikan dengan partai politik lainnya yang masuk koalisi. Jika meninjau konfigurasi partai politik yang mungkin bergabung tersebut, maka nama Syafi’i bisa menjadi titik temu. Dibandingkan dengan memilih salah satu nama politikus yang berada di antara partai politik tersebut. SBY pernah memilih Boediono yang non partisan di tahun 2009, sedangkan Jokowi menggandeng Jusuf Kalla di pilpres tahun 2014 (Partai Golkar kala itu memilih berada di kubu Prabowo-Hatta Rajasa). Maka dengan contoh tersebut, pilihan terhadap Syafi’i memiliki bekal sejarah.

Variabel lainnya yang layak disimak adalah muslim dan Tionghoa. Jika Prabowo dikategorikan sebagai Nasionalis, maka jika menggandeng Syafi’i akan terjadi pasangan Nasionalis-Islam. Konsep Nasionalis-Islam didukung oleh PKS. Variabel Tionghoa juga dapat menjadi kredit tersendiri. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa sesungguhnya tidak ada pertentangan terhadap etnis Tionghoa. Seperti diketahui Pilkada DKI Jakarta 2017 diantaranya menyeret isu soal mayoritas-minoritas yang sesungguhnya kurang tepat untuk dipolemikkan.

Kemampuan Syafi’i di ranah ekonomi juga menjadi nilai tambah. Bahwasanya dibutuhkan kompetensi yang andal di eksekutif untuk menghadapi permasalahan ekonomi seperti ketimpangan penguasaan kekayaan, tanah, dan capital flight. Maka Syafi’i merupakan ahli dan praktisi ekonomi yang telah memiliki rekam jejak yang baik.