Menjaga Ketahanan Dalam Normal Baru

SHARE

carapandang.com


CARAPANDANG.COM - Dalam sebuah perbincangan di grup WhatsApp dosen yang saya ikuti, sejumlah pendidik yang umumnya berbasis di perguruan tinggi swasta (PTS) mengeluh tentang pengetatan anggaran yang dilakukan pengelola kampus mereka. Sebagian khawatir gaji mereka tidak akan terbayarkan sebagaimana mestinya, sementara sebagian yang lain berpikiran akan terjadi pemutusan kerja jika penularan Covid-19 tidak segera berakhir hingga beberapa bulan ke depan. 

Bagi sejumlah kampus besar yang memiliki kapital cukup, persoalan keuangan ini bisa disiasati, misalnya, dengan pengetatan anggaran. Tetapi beda nasib dengan ratusan PTS –jumlah mahasiswa maksimal 2.500 orang- yang tidak memiliki tabungan (saving), dan benar-benar hanya mengandalkan SPP mahasiswa. PTS-PTS ini akan tercekik bila pemerintah tidak segera memberikan jalan keluar. 

Jika pada awal kemunculan Covid-19, beberapa perguruan tinggi gagap menghadapinya, maka di masa kenormalan baru ini, hendaknya para stakeholder pendidikan di dalamnya bisa lebih beradaptasi. Era normal baru perlu disikapi positif dengan berinovasi di segala aspek pendidikan. Inovasi ini tak hanya bertujuan menjaga ketahanan sektor keuangan, tapi juga mencoba bangkit dari kekacuan implementasi pembelajaran dalam jaringan (daring) yang berjalan sebelumnya. 

Siasat bertahan di era kenormalan baru ini, menurut hemat penulis ada dua, yaitu; Pertama,  yang paling kontekstual untuk dilakukan sekarang adalah berinovasi dalam hal perekrutan calon mahasiswa baru. Musim pendaftaran mahasiswa baru saat ini “beriklim” beda karena bertabrakan dengan serangan pagebluk yang merajalela. 

Karena hal tersebut, tak sedikit pengelola perguruan tinggi yang khawatir akan terjadinya penurunan perolehan mahasiswa baru. Calon mahasiswa baru merasa sulit membayar uang kuliah yang selangit, ditambah lagi pendapatan orangtua yang mengalami ketidakpastian, sehingga menunda daftar kuliah adalah pilihan yang mungkin diambil. 

Pada tahap ini, PTN dan PTS akan semakin bersaing ketat dalam menarik calon mahasiswa baru. Karena itu, inovasi perekrutan calon mahasiswa baru dapat dilakukan sekreatif mungkin, melalui media-media alternatif dan relevan dengan kebutuhan generasi milenial, serta memberikan beberapa skema akses beasiswa yang mungkin bisa mereka ambil di kemudian hari. 

Kedua, inovasi dalam implementasi pembelajaran daring adalah kemutlakan saat ini. Tanpa berinovasi pada sisi ini, alih-alih menerapkan pembelajaran berbasis jaringan, yang terjadi justru membebani mahasiswa dengan tugas berlipat. Sangat mungkin perguruan tinggi telah mengharuskan dosen mengajar on line, tapi apakah mereka tidak kesulitan menjalankannya. Apalagi, pembelajaran jarak jauh yang dilakukan secara terus-menerus memungkinkan mahasiswa mengalami kejenuhan. 

Inovasi pembelajaran daring tersebut penting agar tidak terbesit dalam pikiran mahasiswa untuk mengambil cuti semester akibat beban tugas kuliah yang berlipat, komunikasi on line yang menjenuhkan, dan pola pengajaran yang tidak didapati aspek pembentukan sikap, di samping karena faktor utama mereka tengah mengalami kesulitan membayar SPP. 

Era normal baru ini perlu dimanfaatkan dengan baik oleh perguruan tinggi dengan menjanjikan keberlangsungan proses pembelajaran on line dan off line secara kreatif dan terukur. Melalui pembelajaran jarak jauh, model dan instrumen pembelajaran hendaknya dilakukan dengan berbagai metode blended learning dengan memperhatikan keaktifan mahasiswa. Sementara jika di masa normal baru ini nantinya pembelajaran melalui tatap muka sudah bisa diberlakukan, maka perguruan tinggi perlu memprioritaskan pentingnya keamanan dan protokol kesehatan ketat di ruang kelas dan lingkungan kampus lainnya. 

Jaminan keamanan dan perlindungan kesehatan dari ancaman pandemi merupakan siasat menjaga keberlangusngan proses belajar-mengajar di tingkat perguruan tinggi agar mahasiswa tidak berfikir untuk mengambil cuti semester, sehingga mereka dapat belajar kembali di kampus dengan kenormalan yang baru. 

Beberapa skema antisipasi di masa normal baru yang bisa dilakukan perguruan tinggi supaya proses pengajaran dan pembelajaran tetap berlangsung, di antaranya dengan memberlakukan sistem shift sesuai jumlah kelas, mengurangi kapasitas jumlah mahasiswa di dalam kelas, menata kursi kelas dan tempat-tempat umum sesuai protokol kesehatan, serta membagi kelas perkuliahan yang seimbang antara pembelajaran on line dan off line sehingga bisa mengurangi intensitas mahasiswa ke kampus dan berkerumun dengan teman-temannya. Sementara, untuk berbagai kegiatan lain yang melibatkan massa dalam jumlah besar seperti seminar dan pelatihan tetap bisa dilangsungkan melalui komunikasi virtual (webinar). 

Berbagai siasat di tengah kenormalan baru tersebut semata-mata menjaga ketahanan sektor pendidikan tinggi nasional agar tidak semakin terbengkalai akibat Covid-19. Apalagi, hingga sekarang, belum ada satu negara pun yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Sebab itu, jika tidak ada inovasi dan menyikapi positif terhadap kenormalan sosial yang baru ini, sangat mungkin dunia pendidikan akan mengalami masa keterpurukan yang panjang.

Nafik Muthohirin

Dosen Pendidikan Agama Islam | Universitas Muhammadiyah Malang