Menko Airlangga Minta Perbankan Segera Implementasikan Kebijakan BI

SHARE

Menko Airlangga Minta Perbankan Segera Implementasikan Kebijakan BI


CARAPANDANG.COM – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta perbankan segera mengimplementasikan kebijakan BI yang menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate serta rasio Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing (valas) dan rupiah.

“Rapat dengan BI, OJK, dan Kemenkeu untuk mendengarkan masukan dari CEO perbankan. Kemudian kebijakan yang diambil BI dan OJK harapannya transmisi penurunan suku bunga BI bisa dirasakan oleh masyarakat,” katanya di Gedung OJK, Jakarta, Kamis.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perbankan membutuhkan waktu untuk menyalurkan kredit setelah Bank Indonesia menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing (valas) dan rupiah.

"Kita monitor, kita track bagaimana transmisinya. Ini kami kawal supaya ditransmisikan kepada pricing di lending karena ini perlu waktu,” kata Wimboh.

Wimboh menuturkan transmisi kredit kepada debitur dilakukan melalui proses yang terukur sehingga penurunan GWM tidak dapat secara langsung disalurkan kepada nasabah.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Royke Tumilaar mengaku akan segera mengimplementasikan paket-paket kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Perbankan itu ada dua hal yaitu kredit sehat dan likuiditas aman jadi keduanya direspon OJK dan BI dengan baik. Sudah ada kebijakan topang likuiditas dan kualitas kredit,” katanya.

Sebagai informasi, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebanyak 25 basis poin menjadi sebesar 4,75 persen dan suku bunga deposit facility serta lending facility sebesar 25 basis poin masing-masing menjadi 4,00 persen dan 5,5 persen.

Tak hanya itu, BI juga menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing bank umum konvensional dan syariah yang semula 8 persen dari DPK (Dana Pihak Ketiga) menjadi empat persen dari DPK untuk meningkatkan likuiditas di perbankan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut melonggarkan ketentuan penghitungan kolektabilitas atau klasifikasi keadaan pembayaran kredit khusus bagi debitur yang usahanya terganggu karena terdampak Virus Corona.