MPR: Pers Harus Mengambil Peran Sebagai Perekat Dan Pemersatu Bangsa

SHARE

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat.


CARAPANDANG.COM - Hari Pers Nasional (HPN) harus menjadi momentum untuk mengingatkan para jurnalis dan institusi pers agar produk jurnalistik tetap menjadi acuan masyarakat dalam melawan berita bohong atau hoaks yang bisa berujung pada perpecahan bangsa.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (7/2). 

Dia mengatakan di tengah arus informasi yang cepat seperti melalui media sosial saat ini jurnalis dituntut untuk menyajikan informasi dan komunikasi yang kredibel, bermanfaat, dan berkualitas. Pasalnya media sosial sering digunakan untuk penyebaran hoaks.

Dia menjelaskan berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), terdapat 1.731 hoaks selama Agustus 2018-April 2019. Jumlah itu terdiri atas 620 hoaks politik, 210 hoaks pemerintahan, 200 hoaks kesehatan, 159 fitnah, dan 113 kejahatan.

Menurut Rerie, kondisi itu bahkan ada kecenderungan informasi hoaks mengarah ke politik identitas yang bisa berujung pada perpecahan bangsa. "Pada kondisi seperti itu, pers harus mengambil peran sebagai perekat dan pemersatu bangsa lewat berita-berita yang akurat, kredibel dan menyajikan sudut pandang yang mendorong persatuan," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Rerie, pers wajib menghasilkan karya jurnalistik yang layak digunakan untuk memverifikasi berita yang beredar di masyarakat. Dia menilai pada kondisi berita terus menerus diproduksi setiap saat bersumber dari media sosial maupun media arus utama, kredibilitas narasumber, profesionalisme jurnalis, dan akurasi data yang disajikan menjadi penentu apakah berita itu bisa dipercaya atau tidak.

Selain itu, Rerie juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan, dan berdasarkan hasil monitoring Aliansi Jurnalis Independen (AJI), mayoritas kekerasan terhadap jurnalis jarang berakhir di pengadilan. "Meski ada faktor keengganan dari jurnalis karena kurangnya dukungan perusahaan, faktor terbesar adalah praktik impunitas yang terus berlangsung bagi pelakunya," ujarnya.