MPR: Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 Harus Dimasukkan Ke Dalam RUU HIP

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM -  Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 harus dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Ini bertujuan untuk menghadirkan kepastian hukum. 

Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR Syariefuddin Hasan dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (2/6). 

Dengan adanya kepastian hukum tersebut maka tidak ada ruang sedikitpun masuknya ideologi terlarang komunis di Indonesia. "Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 harus dimasukkan sebagai salah satu landasan hukum pada konsideran ‘mengingat’ dalam RUU HIP. Hal itu agar menghadirkan kepastian hukum bahwa Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara yang tidak boleh disusupi ideologi lain terutama ideologi terlarang,"  jelasnya.

Dalam pembuatan suatu aturan tata kelola negara  menurutunya harus harus mengedepankan prinsip kepastian hukum. Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan secara normatif makna kepastian hukum adalah suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti, jelas, dan logis.

Syarif menjelaskan yang dimaksud jeals adalah idak menimbulkan keraguan atau pun multitafsir. Sedangkan logis dalam arti hadir sebagai sistem norma yang tidak berbenturan dengan norma lain dan tidak menimbulkan konflik norma. 

Dia menilai konflik norma akibat ketidakpastian hukum dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma, atau distorsi norma. Syarief melihat muatan dalam RUU HIP dipandang secara hukum menimbulkan keraguan, multitafsir, dan tidak jelas sehingga tidak ada kepastian hukum di dalamnya.

Dia mencontohkan istilah Trisila dan Ekasila sebagai ciri Pancasila memunculkan multitafsir tentang ideologi Pancasila. "Sebab, Trisila hanya mencantumkan tiga nilai dan Ekasila hanya mencantumkan satu nilai yakni gotong royong. Sehingga pada akhirnya mengaburkan atau mengabaikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai lainnya," katanya.

Menurut dia, tidak adanya penyebutan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa juga akan berpotensi memudahkan masuknya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Dia juga melihat dari sudut pandang hukum, RUU HIP juga berpotensi menimbulkan konflik norma dan pertentangan dengan norma yang ada sebelumnya, misalnya dalam Pasal 3 disebutkan bahwa prinsip dasar Pancasila adalah 1) ketuhanan, 2) kemanusiaan, 3) kesatuan, 4) musyawarah/demokrasi, 5) keadilan sosial.

"Prinsip ini jelas berbeda jauh redaksi dan pemaknaannya dengan prinsip dasar Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea keempat sehingga dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan menyebabkan reduksi dan distorsi pada nilai Pancasila," ujarnya.

Syarief Hasan mengatakan dalam pembacaan Putusan MK dengan Nomor 59/PUU-XIII/2015 disebutkan bahwa yang tunduk pada ketentuan tentang perubahan UUD adalah hanya pasal-pasal UUD, tidak termasuk Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Sekadar informasi Ketetapan MPRS No. XXV Tahun 1966 adalah tentang "Pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI bagi Partai Komunis Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme".