Pasal Penghinaan Terhadap Presiden & Kritik Itu

SHARE

Ilustrasi


CARAPANDANG.COM – Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu berpendapat bahwa pasal mengenai penghinaan terhadap presiden dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) berpotensi mengekang hak warga sipil dalam berekspresi.

"Sebelum RKUHP diketuk palu dan disahkan maka sebaiknya pasal-pasal mengenai lesse majeste yang akan mengekang hak-hak warga sipil dalam berekspresi dihapuskan. Agar pasal tersebut tidak dijadikan sebagai alat represi penguasa," ujar Erasmus, Minggu (4/2) seperti dilansir Kompas.

Pasal 263 ayat (1) RKUHP menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Erasmus menjelaskan, secara historis, pasal ini disebut sebagai pasal lesse majeste, yang bertujuan melindungi martabat keluarga Kerajaan Belanda.

Pasal itu bermaksud menempatkan kepala negara sebagai posisi yang tidak bisa diganggu gugat atau tidak boleh dikritik. Ketentuan pidana penghinaan terhadap presiden sebelumnya diatur dalam Pasal 134 KUHP.

Lantas bagaimanakah kiranya jika menilik pasal tersebut misalnya dikaitkan dengan ‘kartu kuning’ yang diberikan kepada Presiden Joko Widodo? Ketua BEM UI Zaadit menyatakan ‘kartu kuning’ itu diberikan kepada Jokowi sebagai peringatan dan bahan evaluasi bagi pemerintahan yang memiliki slogan: kerja, kerja, kerja.

"Sudah seharusnya Presiden Joko Widodo diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya” kata Zaadit, Jumat (2/2) seperti dilansir Kompas.

Apa yang dilakukan oleh Zaadit seolah memberikan narasi lain dan cara pandang yang berbeda. Jika selama ini setiap kunjungan kerja Presiden lebih ramai diberitakan dengan antusiasme, saling bersalaman, ataupun tentang hadiah sepeda – maka Zaadit menjadi antitesis konsep itu.
Zaadit pun membeberkan bahwa masih ada masalah yang membelit negeri ini. Seperti gizi buruk di Asmat, isu penghidupan kembali dwifungsi Polri/TNI, dan penerapan peraturan baru organisasi mahasiswa.

Akankah pasal penghinaan terhadap Presiden dalam RKUHP menegasikan apa yang diungkap oleh pemikir Voltaire? Voltaire pernah berkata, "Saya tidak setuju dengan apa yang Anda katakan, tapi saya akan membela sampai mati hak Anda untuk mengatakan itu."

Akankah pasal penghinaan terhadap Presiden dalam RKUHP itu memuluskan antikritik terhadap pucuk eksekutif? Padahal Sukarno kala menjabat sebagai Presiden RI pernah berkata, “Aku dikutuk seperti bandit dan dipuja bagai dewa.”

Akankah para pendukung pihak penguasa sekadar menginginkan pemujaaan dan kalimat pujian untuk yang diidolakannya? Jangan-jangan warga negeri ini telah terjebak pada kultus individu? Jangan-jangan warga dari negeri ini telah terjebak pada mendukung dan menolak secara 100%? Jangan-jangan Anda telah otoriter sejak dalam pikiran?