Pasar Keuangan Dihantui Putusan MK dan Konflik Iran-Israel

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Berbagai sentimen di dalam maupun luar negeri akan kembali mewarnai pasar keuangan domestik. Aktivitas penuh akan terjadi mulai hari Senin hingga Jumat tanpa libur layaknya pekan lalu.

Pada hari Senin (22/4/2024), neraca perdagangan Indonesia akan dirilis beserta data ekspor dan impor periode Maret 2024.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan yang lebih rendah pada bulan Februari 2024. Surplus mencapai US$870 juta pada Februari, turun dibandingkan surplus Januari US$2,02 miliar.

Surplus ini dipicu oleh penurunan ekspor pada Februari 2024. Nilai ekspor Februari 2024 sebesar US$19,31 miliar atau turun 9,45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di saat yang sama, impor melesat tajam. Impor migas Februari 2024 senilai US$2,98 miliar.

Neraca dagang Indonesia pada Maret 2024 tampaknya masih akan kembali surplus dan memperpanjang tren surplus menjadi 47 bulan beruntun di tengah harga komoditas yang cenderung mengalami kenaikan khususnya di tengah konflik Timur Tengah antara Iran dan Israel belakangan ini.

Selain itu, putusan atas gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan dibacakan pukul 09:00 WIB.

Sebelumnya delapan hakim MK mulai fokus menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) terhitung sejak 16 April lalu. Juru Bicara MK Fajar Laksono menjelaskan para hakim konstitusi sudah menggelar RPH sejak sidang pembuktian selesai. Namun, pekerjaan tersebut harus dilakukan bergiliran dengan sengketa pileg.

Fajar juga memastikan RPH merupakan agenda tertutup. Baginya, apa yang terjadi dalam RPH, terang dia, sepenuhnya bersifat rahasia.

Masih di hari yang sama, suku bunga China (Loan Prime Rate) tenor satu dan lima tahun pun akan dirilis pagi hari nanti.

Hal ini cukup menjadi perhatian pasar karena China saat ini memiliki perekonomian yang cukup lambat dan proyeksi pertumbuhan ekonomi China pada 2024 diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan 2023.

Pasar saat ini memprediksi suku bunga China masih berada di angka 3,45% untuk LPR satu tahun dan 3,95% untuk LPR lima tahun.

Pada Selasa (23/4/2024), Amerika Serikat (AS) merilis data Purchasing Managers' Index (PMI) yang secara umum diperkirakan mengalami kenaikan baik composite, manufacturing, dan services masing-masing menjadi 52,5, 52, dan 51,8.

Jika hal ini benar-benar terjadi, maka dapat dikatakan bahwa ekonomi AS masih terpantau cukup kuat dan berujung pada ekspektasi pemangkasan suku bunga masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Selanjutnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) juga akan dilaksanakan pada 23 April hingga 24 April mendatang.

Salah satu yang menjadi perhatian pelaku pasar yakni data suku bunga (BI Rate) yang akan disampaikan BI pada 24 April. Saat ini, suku bunga BI masih berada di angka 6% dan sudah lima bulan beruntun, BI menahan suku bunga.

Lebih lanjut pada Kamis (25/4/2024), BI akan merilis M2 money supply secara tahunan (year on year/yoy) yang menunjukkan jumlah uang beredar dalam arti luas di masyarakat.

Tampaknya data M2 menunjukkan angka 5%an yoy mengingat momen Lebaran membutuhkan jumlah uang yang cukup banyak sehingga peningkatan akan terjadi. Namun hal lain yang perlu diperhatikan adalah jika sebaran uang berlimpah, maka hal ini akan berdampak pada inflasi yang berpotensi mengalami kenaikan.

Pada hari yang sama, AS akan merilis data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) QoQ Advance untuk kuartal I-2024. Konsensus memperkirakan bahwa PDB AS akan lebih rendah menjadi 2,1% dari yang sebelumnya 3,4% pada kuartal IV-2023.

Berdasarkan data saat ini, pertumbuhan ekonomi AS cukup sulit untuk diturunkan karena data-data fundamental AS masih cukup solid bahkan International Monetary Fund (IMF) dalam laporan terakhirnya April 2024 memprediksi AS akan mengalami pertumbuhan PDB sebesar 2,7% pada tahun ini atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya yakni 2,5%.

Sementara pada hari terakhir perdagangan pekan ini (26/4/2024), Jepang akan merilis data suku bunganya dan diperkirakan masih akan menahan suku bunganya.

Jika Jepang masih akan menahan suku bunganya, hal ini akan berpengaruh terhadap mata uang nya yakni yen yang cenderung akan melemah terhadap dolar AS. Sebagai informasi, yen terpantau telah berada di level terendah dalam 34 tahun terakhir atau sejak 1990. 

Pada malam harinya, AS kembali akan merilis data inflasi (PCE) yang masih berada di angka 2%-an.

PCE price index yoy diperkirakan masih berada di angka 2,6% sementara core PCE price index yoy diperkirakan cenderung lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni menjadi 2,6% dari 2,8%.

Di lain sisi, pelaku pasar juga masih mengamati ketegangan yang terjadi di Timur Tengah antara Iran dan Israel.

Kekhawatiran pasar sempat mengalami kenaikan setelah adanya kabar Israel meluncurkan serangan balik ke wilayah Iran pekan lalu. Indonesia harus bersiap dengan segala kemungkinan, termasuk potensi kenaikan harga minyak dunia dalam beberapa waktu ke depan. Dampak itu bakal berpengaruh terhadap subsidi energi yang tergolong besar.

Dosen Universitas Bakrie Asmiati Malik menilai perlu kewaspadaan pada situasi geopolitik ini, termasuk mewanti-wanti jika eskalasinya berlangsung lama.

"Nggak ada yang bisa memprediksi kondisi geopolitik dan pasar 100% akurat, karena itu karena sangat uncertainty, tentu kita harus perbaiki diri sendiri. Perekonomian Indonesia sangat terintegrasi dengan global seperti besaran investasi, ekspor-impor, kontribusi kenaikan biaya energi dan logistik besar menjadikan kita sebagai negara high economy cost," ujar Asmiati. dilansir cnbcindonesia.com