Pekan Kebudayaan Nasional 2019: Lestari Budaya, Bangkit Indonesia

SHARE

istimewa


Pekan Kebudayaan Nasional 2019

“Awas-awas..!”

“Jaga pertahanan belakang..!”

“Jangan sampai lolos..!”, teriak salah satu pemain dari tim bertahan.

 “Hati-hati...!”

“Lari dan masuk selagi lengah..!”, tim penyerang membalas.

Antara tim bertahan dan tim penyerang saling adu strategi. Tim yang lebih kompak, pandai mengatur siasat, mengelola emosi, serta fokus dan berhati-hati, sangat mungkin akan menjadi pemenang dalam gobak sodor, sebuah permainan tradisional asal Yogyakarta. Gobak sodor adalah warisan kebudayaan Jawa, yang mula-mula dimainkan oleh para prajurit kerajaan untuk melatih kepemimpinan, kekuatan komando dan pertahanan, serta kewaspadaan.

Sayangnya, gobak sodor dan permainan tradisional lainnya, hampir tak dikenali oleh generasi hari ini. Cukup dengan gawai di tangan, anak-anak yang terlahir di tahun 1990-an memainkan permainan virtual. Sementara gobak sodor, egrang, terompah panjang (bakiak), kelereng, dan permainan hasil warisan nenek moyang lainnya ditinggalkan.

Kenyataan ini baru pada respons terhadap permainan tradisional, belum pada warisan budaya lain misalnya kuliner dan mode, literasi seni, bahasa dan sastra, serta ragam kearifan lokal yang tersebar di sepanjang lebih dari 17 ribu pulau, 1.340 suku, dan 748 bahasa. Walhasil, kita boleh kagum terhadap lagu dan serial drama Korea, tarian India, dan film laga Hollywood, tapi jangan sampai kita tercerabut dari akar tradisi kebudayaan bangsa sendiri.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid membenarkan tentang mengikisnya pengetahuan dan kecintaan generasi saat ini terhadap kebudayaan nasional. Menurut dia, internalisasi nilai-nilai kebudayaan perlu ditanamkan kepada anak-anak muda agar mereka peduli dan mau mengembangkan kebudayaan nasional.

Warisan tradisi yang tersebar di banyak daerah di Indonesia, tak kalah menarik dibanding negara-negara lainnya. Kearifan lokal yang tersemai di masing-masing daerah memiliki keunikan, kemolekan, serta nilai seni yang tinggi. Hanya saja, budaya dan tradisi itu harus terus dilestarikan, diwariskan, dikreasikan dengan kebudayaan modern, serta dipromisikan oleh semua pihak. 

Dalam rangka menjawab kebutuhan tersebut, Kemendikbud memiliki insiatif melalui penyelenggaraan Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2019. Program ini merupakan realisasi atas dua hal, yaitu: Pertama, melaksanakan amanah Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan; Kedua,  sebagai tindak lanjut dari Kongres Kebudayaan Indonesia 2018.

PKN 2019 yang dilaksanakan selama seminggu, 7-13 Oktober 2019 kemarin, adalah jawaban pemerintah untuk kembali membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap warisan tradisi dan kebudayaan di tanah air. Terutama untuk menarik generasi milenial, pekan kebudayaan bertajuk “Ruang Bersama Indonesia Bahagia” menyuguhkan ragam pagelaran dengan menghadirkan seniman Slamet Raharjo, Angga Aldy Yunanda, Rahayu Supangah, Yusuf Oblet, Maliq & D’essentials dan sejumlah 31 seniman/musisi Indonesia lainnya.

Selain pagelaran, PKN 2019 yang baru dilaksanakan pertama kali ini, juga menyuguhkan berbagai kegiatan lain seperti pameran, konferensi, kompetisi hingga pawai budaya. Tak heran, bila pekan kebudayaan tersebut melibatkan sekitar 58 sanggar/komunitas, 245 pertunjukan, 30 pameran dan 3500 peserta pawai budaya dari 26 propinsi. Bahkan, tak tanggung-tanggung, anggaran yang dikucurkan pemerintah untuk kegiatan ini mencapai Rp25 milyar.

Tak cukup di situ, melalui Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019, Mendikbud juga memberikan apresiasi terhadap 58 penerima anugrah kebudayaan yang terbagi ke dalam 8 kategori. Yakni gelar kehormatan presiden, pelestari, pencipta pelopor dan pembaharu, maestro seni tradisi, anak dan remaja, komunitas, pemerintah daerah, dan perorangan asing.

Mendikbud Muhadjir Effendy, dalam rilis resminya di laman kemendikbud.go.id, mengatakan bahwa PKN ini adalah awal dari upaya pemerintah untuk menyemarakkan kegiatan kebudayaan, baik pada tingkat nasional maupun di tingkat lokal.

Gelaran kebudayaan di tingkat daerah akan membangunkan seniman dan budayawan lokal untuk semakin aktif melahirkan karya-karya baru. Selain itu, pada sektor bisnis dan pariwisata, pagelaran seperti ini akan menarik banyak wisatawan domestik dan asing.

Dengan begitu, sebenarnya tidak ada kata tidak untuk pemajuan kebudayaan nasional. Sebab, sebuah bangsa akan mengalami kemajuan, bahkan mencapai puncak peradaban besar layaknya yang pernah dicapai Yunani, Persia, Tiongkok, dan kawasan Arab di masa lampau, apabila pemerintah bersama warganya sama-sama memiliki komitmen yang kuat untuk menghidupkan nilai-nilai luhur kearifan lokal, menggiatkan kegiatan kebudayaan, serta memberikan apresiasi yang besar terhadap pekerja seni.