Politik Becak Anies

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM –  Becak, saat ini menjadi perbincangan hangat setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berwacana ingin menghidupkan kembali moda transportasi tradional ini di kota Jakarta.

Rencana Anies tersebut diungkap saat menghadiri acara peresmian persiapan community action planning (CAP) bersama 16 kampung di Taman Waduk Pluit, Minggu (14/1) lalu.  Menurutnya, meskipun sudah banyak moda transportasi modern kehadiran becak masih dibutuhkan oleh warga Jakarta. Sehingga dia akan mengatur agar penarik becak kembali mendapat kesempatan merasakan kondisi yang lebih baik.

Sontak, wacana tersebut mendapat respon yang beragam. Bagi pihak yang pro, khususnya para penarik becak, jika wacana tersebut ditindak lanjuti akan menjadi sebuah kebijakan yang pro rakyat kecil. Pasalnya, selama ini mereka tersisih sehingga mereka tidak mendapatkan kesempatan yang luas untuk mengais rizki dengan mengayuh becak.

Namun, bagi pihak yang kontra, kebijakan Anies merupakan sebuah kemunduran. Di jaman yang serba canggih ini, masa masih menggunakan moda transportasi tradisional. Dan jika ini diterapkan justru akan menambah titik-titik kemacetan di Jakarta.

Seperti di ketahui bersama, Jakarta merupakan kota yang tingkat kemacetannya sangat tinggi. Sehingga dibutuhkan transportasi yang canggih dan modern. Yakni transportasi massa yang mampu menghadirkan kenyamanan dan kecepatan untuk menjawab tantangan jaman.

Seperti sindiran yang ditulis dalam akun twitternya @JimlyAs,  Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengungkapkan bahwa wacana Anies menghidupkan kembali  becak sebagai moda transportasi umum merupakan tindakan eksploitasi fisik. Dan ini merupakan kemunduran dalam cara berfikir.

“Ada ide utk mnghidupkan kembali beca sbg kendaraan rkyat. Apa ini bukan kemunduran 2 abad? Kendaraan rakyat masa kini sdh roda 2 dg mesin otomatis plus komunikasi online tanpa eksploitasi fisik berkeringat,”tulis Jimly.

Becak Yang Terusir

Kaberadaan becak di Kota Jakarta seolah menjadi “benalu” yang harus disingkirkan. Pasalnya, keberadaan becak seolah-olah memperburuk wajah Jakarta sebagai kota metropolitan yang seharusnya dihiasi dengan moda transpsortasi yang canggih dan modern untuk menjawab kebutuhan warganya yang memiliki tingkat mobilasi yang super sibuk dan cepat.

Seperti dalam catatan sejarah sejak tahun 1936 becak mulai beroprasi di Jakarta. Keberadan becak hingga tahun 1951 merupakan moda tranportasi yang membawa berkah bagi masyarakat Jakarta. Sebab pada saat itu setidaknya ada 75 ribu orang yang menggangtungkan hidupnya dengan mengayuh becak.

Meskipun memberikan berkah bagi warganya, Pemprov DKI Jakarta menilai bahwa kehadiran becak tidak layak hadir di Jakarta. Misalnya pada tahun 1967 saat DPRD-GR Jakarta mengesahkan perda tentang pola dasar dan rencana induk Jakarta 1965-1985, yang antara lain tidak mengakui becak sebagai kendaraan angkutan umum.

Pada masa kepemmpinan Ali Sadikin pada 1970 mengintruksikan melarang memproduksi dan memasukan becak ke Jakarta, termasuk rayonisasi becak. Di masa kepemimpinan Wiyago Atmodarminto tepatnya pada tahun 1990 Pemda Jakarta memutuskan agar becak harus hilang dari Jakarta.

Namun pada saat kriris ekonomi 1998 di masa kepemimpinan Sutiyoso memberikan kelonggaran becak kembali diperbolehkan beroperasi di Ibu Kota. Namun kebijakan tersebut tidak kembali berlaku jika situasi dan kondisi ekonomi sudah kembali pulih.  Dan tepatnya pada 29 Juni 1998 izin secara lisan Gubernur Sutiyoso kembali dicabut. Dengan demikian becak dilarang beroperasi di wilayah hukum DKI Jakarta.

Larangan tersebut sontak mendapat perlawan dari para penarik becak dan kelompok yang peduli kepada meraka. Namun perjuangan mereka hingga saat ini tidak berhasil. Namun pada tahun 2018 inilah mereka seolah-olah mendapatkan angina surga. Sebab Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginginkan  menghidupkan kembali becak di Jakarta, dengan cara membuat rute khusus yang bisa dilalui moda tranportasi tradisional itu.

Politik Becak

Becak dapat dikatakan mewakili kalangan wong cilik.  Menghidupkan hadirnya kembali becak di Jakarta, berarti menunjukan kepedulian Anies Baswedan terhadap  wong cilik.

Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan ini ingin menunjukkan politik populisnya. Yakni dengan kekuasan yang dia miliki saat ini ingin menghadirkan keperpihakannya kepada wong cilik.

Anies ingin menujukkan bahwa kekuasan yang telah diamanatkan kepadanya ingin diwujudkan dalam kebijakan yang mampu menghadirkan keperpihakkan kepada wong cilik. Hal tersebut dapat dilihat dari statement di berbagai media massa yang menunjukan kepedulian kepada masyarakat kecil.

Misalnya, saat penertiban tanah abang dengan memanfaatkan jalan yang ada disekitar untuk pedagang-pedagang kecil mendapat kritikan yang tajam dari lawan politik atau kelompok yang tidak sejalan dengan dirinya. Secara tegas Anies menjawab mengapa untuk rakyat kecil diributkan sedangkan pembangunan mal- mal di Jakarta yang melanggar mereka diam saja.

Keperbihakan yang berusaha dia tunjukan saat kampaye dia secara tegas tidak akan menggusur lingkungan kumah di kawasan Jakarta. Langkah ini berseberangan dengan lawan politiknya, Ahok-Djarot. Keberpihakan inilah yang akhirnya menghantarkan dirinya bersama Sandiaga Uno menjadi orang nomor satu di Jakarta.

Bagi penulis, wacana Anies ingin kembali menghidupkan becak di Jakarta sebagai moda transportasi umum di Jakarta merupakan bukti komitmen dirinya untuk menghadirkan politik populis.  Sebab dirinya tahu bahwa masih banyak warga miskin yang masih menggantungkan hidupnya dengan mengayuh becak.

Dengan memberikan kesempatan mereka untuk kembali mengais rizqi dengan mengayuh becaknya, maka mereka akan kembali mendapatkan kesempatan yang luas untuk memenuhi penghidupannya dengan menarik becak.

Namun yang menjadi catatan pengting, apakah masyarakat Jakarta ini akan menjatuhkan pilihannya dengan memilih becak sebagai moda transportasi. Seperti diketahui, saat ini masyarakat Jakarta merupakan masyarakat yang memiliki tingkat mobilasi yang tinggi dan cepat. Maka dibutuhkan moda transportasi yang mampu menjawab kebutuhan mereka.

Ditambah lagi saat ini moda transportasi yang cepat dan murah juga tersedia di Jakarta. Seperti ojek online yang saat ini menjadi pilihan utama masyarakat Jakarta untuk memenuhi mobilitas warga Ibu Kota.

Bagi penulis, Apa yang dilakukan Anies harus diapresiasi, karena masih memiliki keperbihakannya kepada wong cilik. Dan semoga ini bukan Politik Becak ala Anies sebagai bagian pencitraan dirinya.

Sebab, di dalam berbagai survey Anies merupakan sosok yang diperhitungkan untuk masuk dalam politik nasional baik menjadi Capres maupun Cawapres di tahun 2019. Jika ini hanya sebagai alat pencitraan maka sangat disayangkan.  Rakyat Indonesia butuh pemimpin yang murni memperjuangkan nasib wong cilik, bukan hanya dalam kata-kata. Tapi harus dalam kebijakan-kebijikan yang pro rakyat, bukan pro asing. Semoga