Politik Transaksional & Korupsi yang Menghebat

SHARE

Ilustrasi (Cara Pandang/KAM Darwis)


CARAPANDANG.COM - Liberalisasi politik dan ekonomi menyebabkan berkembangnya politik transaksional. Politik transaksional menyebabkan korupsi yang kini menjadi wabah endemik di negeri ini. Korupsi yang merajalela jika dilihat dari sisi politik maka dikarenakan diberlakukannya demokrasi liberal. Sedangkan jika dilihat dari sisi ekonomi maka dapat dilihat sebagai upaya untuk menegakkan kedaulatan pasar. Liberalisasi politik-ekonomi menyebabkan pasarlah yang berdaulat. Negara yang semestinya menjadi entitas yang mengatur menjadi arena permainan dari pasar. Dalam skala lampau kita dapat melihat dari krisis ekonomi yang menimpa Indonesia di tahun 1997-1998, hal tersebut tak dapat dilepaskan dari ulah para spekulan, konglomerat yang mengakali peraturan di Indonesia untuk kepentingannya.

            Ketika pasar berdaulat, maka sifatnya adalah transaksional, jual beli. Akibatnya semua ini dikomersilkan, dibisniskan, diperjualbelikan, diperdagangkan, diekonomikan, dipasarkan, ditransaksikan. Untuk segala jabatan segalanya ditransaksikan. Untuk menempati posisi di eksekutif, ataupun legislatif harus membeli tiket ke partai politik. Hal tersebut tak terlepas dari oligarki partai politik. Dimana kekuasaan partai politik terlampau besar dalam menentukan segala macam perkara di negeri ini. Akibatnya mereka yang tidak berpartai politik bagaikan warga negara kelas 2. Partai politik yang kini bagaikan entitas bisnis, PT, pun menjual harga tiket dengan harga tinggi. Maka mereka yang ingin menduduki posisi eksekutif, legislatif harus membayar harga tiket ke partai politik. Lalu politik transaksional tidak berhenti sampai situ. Suara rakyat yang akan menjadi determinan dalam pemilihan langsung, juga menjadi ladang pasar politik. Jual beli suara pun terjadi. Sesuatu yang tidak lazim dan semestinya tidak dikomersialkan. Nilai-nilai idealisme pun hancur oleh uang karena ini konsekuensi pasar yang berlebih-lebihan.

            Liberalisasi politik-ekonomi menyebabkan terjadinya penuhanan terhadap pasar. Ya di sisi politik. Ya di sisi ekonomi. Di sisi ekonomi kita dapat melihatnya dengan ambang batas psikologis. Pada sisi politik, penuhanan terhadap pasar yakni dengan budaya amplop, serangan fajar. Ketika segala sisi politik dikomersialkan maka menjadikan ongkos politik menjadi amat mahal. Karena sesuatu yang tadinya gratis, sekarang diperdagangkan dan menjadi mahal.

Politik biaya tinggi ini menyebabkan korupsi kini menjadi bahasa yang merata baik itu di eksekutif, legislatif. Dikarenakan mereka harus membayar balik segala ongkos politik yang dikeluarkan selama kampanye. Ragam akal-akalan pun diterapkan untuk mengembalikan segala ongkos politik. Mulai dari korupsi, mengakali politik anggaran negara. Maka jika mau jujur APBN di era reformasi ini praktis hanya minim sekali dana untuk pembangunan. APBN yang ada lebih banyak digunakan untuk biaya rutin saja seperti belanja pegawai, kunjungan dinas. Anggaran negara juga dibocori dengan upaya untuk menalangi biaya politik yang tinggi. BLT dan kini BLSM merupakan produk dari politik anggaran yang dalam hemat saya merupakan upaya penyuapan terhadap rakyat.