Ragam Toko Buku di New York Ini Bisa Menjadi Referensimu

SHARE

Toko buku di New York (bryant archway)


CARAPANDANG.COM - Pada Juli 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu hal pokok yang tertuang dalam peraturan tersebut yaitu kewajiban membaca buku nonteks pelajaran selama 15 menit sebelum jam pembelajaran dimulai setiap hari di sekolah. Berdasarkan amanat itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen) meluncurkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Secara konseptual, pengertian literasi yang diadopsi dan disosialisasikan Kemendikbud bukanlah sekadar kegiatan membaca dan menulis. Lebih dari itu, literasi dipahami sebagai kemampuan mengakses, mencerna, dan memanfaatkan informasi secara cerdas. Penumbuhan budaya baca menjadi sarana untuk mewujudkan warga sekolah yang literat, dekat dengan buku, dan terbiasa menggunakan bahan bacaan dalam memecahkan beragam persoalan kehidupan.

Jika menilik ranah literasi, salah satu unsur yang menopangnya adalah keberadaan toko buku. Melalui tokohnya Raia Risjad yang seorang penulis dalam novel The Architecture of Love dapat terungkap mengenai ragam toko buku dengan kekhasannya masing-masing. Tentu hal tersebut dapat menjadi referensi dan tolok ukur untuk melihat tumbuhnya generasi literat yang akrab dengan bacaan.

Berikut nukilan dari novel karya Ika Natassa tersebut:

Ada lebih dari seribu toko buku di kota New York, besar dan kecil, dan Raia jarang memasuki Barnes and Noble dan sejenisnya. Dia selalu lebih suka toko buku independen yang punya ciri khas yang terasa begitu personal. Memasuki toko-toko ini baginya selalu seperti bertualang. Mereka punya cara dan aturan sendiri dalam menyusun “deretan mimpi”.

192 Books di Chelsea misalnya, dengan cerdas mengusung pertemuan antara seni dan sastra. Sering mereka mengadakan pameran seni kecil dengan ikut memajang seleksi buku-buku yang berkaitan dengan tema pameran. McNally Jackson di jantung wilayah SoHo punya satu rak tempat mereka memajang staff picks, berisi buku-buku yang dipilih secara personal oleh pegawai-pegawainya.

Toko buku dua lantai ini juga menyediakan reading nooks – area untuk pengunjung membaca-baca – sebelum memutuskan mana yang akan dibeli dan dibawa pulang. Greenlight di Brooklyn selalu mencari cara untuk membangun ikatan dengan komunitas pembaca melalui berbagai kegiatan yang mereka rancang untuk pembacanya, usia berapa pun, menghadirkan penulis cerita anak-anak sampai sekelas Jumpha Lahiri.

Banyak juga toko buku yang mengkhususkan diri pada topik atau koleksi tertentu. Westsider Rare & Used Books di Broadway yang fokus menjual buku-buku bekas edisi cetakan pertama yang dicari kolektor. Unmeable Books di Vanderbilt Avenue dengan lantai basement-nya yang remang-remang namun menjadi tempat banyak acara pembacaan puisi dan karya-karya sastra. The Mysterious Bookshop di Tribeca yang menjadi surga bagi pencinta buku misteri dan detektif, mulai dari yang sudah banyak dikenal, buku-buku lama yang sudah tidak dicetak lagi, sampai berbagai koleksi terkait Sherlock Holmes, seperti memorabilia dan bahkan sampai karya-karya fiksi yang tidak ditulis oleh Sir Arthur Conan Doyle namun masih berhubungan dengan karakter ciptaannya. Ada juga Book-Court di Brooklyn, tempat penggemar graphic novels bisa betah berjam-jam menelusuri koleksinya yang impresif sambil mengobrol dengan para stafnya yang ramah dan berpengetahuan luas.