Sebut Pemikiran Soekarno Melampaui Zaman, Rektor UNJ Beberkan Gagasan Sang Proklamator Tentang 'Kota Mahasiswa' 

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM -  Pemikiran Proklamator sekaligus Presiden pertama RI, Soekarno, mengenai pendidikan nasional ternyata memiliki visi jauh dan melampaui zamannya. Hal itu terungkap dalam seminar yang digelar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) membahas jejak pemikiran Soekarno tentang Kota Mahasiswa atau City of Intellect.

Rektor UNJ Prof Dr. Komarudin,M.si menjelaskan, pada 15 September 1953, Bung Karno meresmikan prasasti pendirian UNJ dengan kampusnya di Rawamangun, Jakarta Pusat, sebagai bagian dari Universitas Indonesia (UI). 

"Presiden Soekarno meletakkan prasasti di Gedung Daksinapati yang sekarang gedung Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, yang menyatakan bahwa kawasan Kampus ini sebagai 'Kota Mahasiswa' Jakarta," kata Komarudin.

Hal itu disampaikannya dalam webinar bertemakan “Dari Rawamangun untuk Indonesia: Menapaki Jejak Pemikiran Soekarno tentang City of Intellect (Kota Mahasiswa)”, Rabu (4/11). 

Istilah 'Kota Mahasiswa' kelihatannya belum dikenal secara meluas pada masa itu. Kata Komarudin, istilah ini terlihat baru populer setelah Quacquarelli Symonds (QS) bersama Times Higher Education (THE) mempublikasikan hasil studi pemeringkatan kota-kota mahasiswa terbaik di dunia pada 2010.

Ada sejumlah kriteria dan persyaratan Kota Mahasiswa berdasarkan laporan QS. Dan ternyata kampus UNJ dan Kampus UI di Salemba, Jakarta Pusat, sejalan dengan kriteria sebagai 'Kota Mahasiswa' itu. 

"Uniknya ini baru muncul setelah 57 tahun peletakan Prasasti Soekarno di Kampus Rawamangun. Ini berarti pemikiran Soekarno 57 tahun lebih maju dibanding dengan perkembangan pemikiran masyarakat internasional," ulasnya.

Karena itulah pihaknya ingin memperkuat pengenalan kepada publik mengenai jejak pemikiran Soekarno tentang “Kota Mahasiswa” dan relevansinya bagi UNJ. Pihaknya pun melakukan riset mengenai Pemeringkatan Kota Mahasiswa untuk kampus-kampus di Indonesia.

"Pemenang Kota Mahasiswa ini akan mendapat penghargaan dari Ibu Megawati, yang Insya Allah akan diberikan pada 10 November. Jadi akan 6 hari lagi. Akan dirangkai sekalian dengan dialog kebangsaan," kata Komarudin.

Ketua Senat dan Guru Besar UNJ, Prof Hafid Abbas, mengatakan jejak Bung Karno membuktikan visinya yang jauh ke depan. Selain soal 'Kota Mahasiswa', Soekarno tampaknya juga yang memperkenalkan sistem pengelolaan kampus multi, yang 10 tahun kemudian diikuti oleh Meksiko dan Uni Eropa oleh University of Bologna di Italia.

Bung Karno juga yang pertama kali memperkenalkan pusat keunggulan (center of excellence) pada sejumlah kampus. Misalnya memperkenalkan pusat keunggulan agronomi dan veterinary medicine di IPB, Unhas untuk hukum dan ekonomi. Sistem inipun diadopsi oleh anggota Asean hingga kini ada 26 pusat keunggulan sejenis di kawasan regional Asia Tenggara ini.

Yang jelas, prasasti Kota Mahasiswa memberi simbol agar universitas berperan sebagai pusat koordinasi kegiatan tri-dharma perguruan tinggi di sejumlah universitas di seluruh Indonesia. 

"Di kampus lah semestinya dirancang dan dikaji bangunan masa depan peradaban suatu bangsa dengan membekali generasi muda ilmu pengetahuan, keterampilan, seni dan teknologi baru," kata Abbas.

Sekjen DPP PDI PDIP, Hasto Kristiyanto, mengatakan, ketika Bung Karno meneken prasasti UNJ dan membubuhkan 'Kota Mahasiswa' atau City of Intellect, sebenarnya bermuara pada falsafah bangsa dan tujuan bernegara seperti dimuat Konstitusi. Yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Pendidikan menurut Bung Karno, kata Hasto, adalah cermin kehidupan sebuah bangsa. Dan melalui pendidikan lewat sekolah, merupakan salah satu lokus untuk memulai revolusi mental. 

Di masa lalu, Bung Karno berusaha untuk menumbuhkan etos warga negara melalui pendidikan di sekolah. Yakni melalui penerapan sistem pendidikan Panca Wardhana. Sistem pendidikan yang menekankan pada nation and character building. 

Hasto lalu mengutip salah satu pernyataan Bung Karno saat penganugerahan gelar doktor kehormatan di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1951. Bung Karno menyatakan dirinya selalu mencoba menghubungkan ilmu dengan amal; menghubungkan pengetahuan dengan perbuatan. Sehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh pengetahuan. Ilmu dan amal, kennis dan daad, harus ‘wahyu-mewahyui’ satu sama lain.

“Kata Bung Karno, 'Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk mengabdi kepada praktek hidup manusia, atau prakteknya bangsa, atau praktek hidupnya dunia kemanusiaan'," pungkas Hasto.