Soal Program Kartu Prakerja, MPR: Rekomendasi KPK Sudah Tepat

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan indikasi adanya penyimpangan dalam program Kartu Prakerja. Maka itu,  apa yang telah direkomendasikan oleh KPK memperkuat duguaan yang salam ini  program tersebut terdapat banyak masalah, salah sasaran dan salah urus. 

Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (20/6). 

Maka itu, MPR meminta agar pemerintah menjalankan rekomendasi KPK.  "Saya yakin, KPK telah meneliti dengan cermat dan objektif. Saya berharap pemerintah memperhatikan dan menindaklanjuti rekomendasi KPK tersebut, kalau rekomendasi KPK itu diabaikan dapat menambah kecurigaan publik,"  jelasnya.

Rekomendasi KPK dinilai sudah tepat agar pemerintah menyerahkan pelaksanaan Program Kartu Prakerja kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) serta melibatkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Wakil Ketua Umum DPP PKB ini mengatakan Kemenaker maupun BNSP sebenarnya adalah sama-sama unsur pemerintah sehingga rekomendasi KPK tersebut sudah tepat. "Apabila dialihkan kepada Kemenaker dan BNSP, itu juga merupakan bagian dari ranah eksekutif pemerintah. Dan, kita semua juga akan mengawasi kinerjanya," ujarnya.

Sebelumnya, KPK menemukan indikasi penyimpangan pada program Kartu Prakerja dan lembaga tersebut sudah melakukan kajian terkait program pemerintah itu. Hasilnya, KPK menemukan tujuh persoalan pengelolaan program Kartu Prakerja yang berpotensi mengarah pada kerugian negara. KPK juga telah memberikan tujuh rekomendasi kepada pemerintah.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, rekomendasi pertama, peserta yang disasar pada whitelist atau pekerja terdampak COVID-19 tidak perlu mendaftar secara daring melainkan dihubungi Project Management Office (PMO) atau Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja sebagai peserta program.

Kedua, penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya.

Ketiga, komite agar meminta legal opinion ke Jamdatun, Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan 8 platformdigital apakah termasuk dalam cakupan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah.

Keempat menurut Alexander, platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan (LPP), sehingga 250 pelatihan yang terindikasi memiliki potensi konflik kepentingan harus dihentikan penyediaannya.

Kelima, kurasi materi pelatihan dan kelayakannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.

Keenam, materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP. Dan Ketujuh, pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif misalnya pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket.