Soal Pembakaran Bendera PDIP, Budayawan NU: Saya Lihat Solidaritas Antarpartai Sangat Rendah

SHARE

Ilustrasi


CARAPANDANG.COM - Polemik RUU Haluan Ideologi Pancasila yang diwarnai pembakaran bendera PDI Perjuangan (PDIP) merupakan bukti rendahnya pendidikan politik, solidaritas, maupun etika antarpartai politik di Parlemen. 

Demikian disampaikan Budayawan Nahdlatul Ulama (NU) Ngatawi Al-Zastrouw dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (6/7).

Menurutnya melihat polemik tersebut terlihat  yang lebih dominan adalah sifat politicking  atau  suka mempolitisasi demi kepentingan sendiri.  Sebab dia melihat tidak adanya reaksi partai politik terhadap pembakaran bendera PDIP.

Lebih lanjut dia merasakan solidaritas antarpartai sangat rendah. Ini membuktikan bahwa  jalinan antarpartai sangat transaksional. "Jangankan memberikan pembelaan terhadap sesama partai yang simbolnya dinista oleh demonstran, bahkan sekadar ucapan simpati dan bela rasa tidak muncul dari partai-partai lain," imbuhnya. 

Dia menjelaskan, institusionalisasi parpol sebenarnya terus digoyang oleh berbagai pihak yang ingin mengarahkan demokrasi Indonesia lebih bernuansa individualis. "Jadi, jika diam melihat simbol martabat sebuah parpol diserang, sama saja sebenarnya membiarkan serangan terhadap parpol sebagai pilar demokrasi Indonesia," paparnya.

Bahkan, lanjut dia, bukan tak mungkin ke depan, preseden pelecehan terhadap sistem politik kenegaraan ini bisa saja terulang. Jika saat ini para demonstran bisa membakar bendera PDIP, lain kali akan terjadi pembakaran terhadap bendera partai lain karena dianggap dekat dengan organisasi terlarang.

Bahkan yang lebih parah, menurut Ngatawi, justru ada partai politik yang berusaha menangguk keuntungan dari peristiwa polemik HIP dan pembakaran bendera PDIP.

Dosen Pascasarjana Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu sudah mengecek bahwa sebenarnya seluruh fraksi di DPR menjadi inisiator RUU HIP karena pengesahannya di rapat paripurna DPR.