Wapres Keluhkan Jumlah Peneliti Di Indonesia Masih Sedikit

SHARE

Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat menghadiri Rapat Kerja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, Senin (24/2).


CARAPANDANG.COM -  Jumlah peneliti di Indonesia terbilang masih kurang. Pasalnya dengan alokasi anggaran Rp27 triliun, tetapi jumlah peneliti hanya 89 orang per juta penduduk.

Hal ini diungkapkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat membuka Rapat Kerja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, Senin (24/2). 

Wapres mengutip laporan Global Innovation Index Tahun 2019 mengatakan anggaran penelitian dan pengembangan di Indonesia lebih besar dari Filipina dan Vietnam.  "Alokasi anggaran penelitian dan pengembangan Indonesia sekitar Rp27 triliun, lebih besar dibanding Filipina yang Rp12 triliun dan Vietnam Rp24 triliun. Tetapi jumlah peneliti Indonesia hanya 89 orang per juta penduduk, dibandingkan dengan Vietnam jumlah penelitinya 673 per juta penduduk,"  jelasnya.

Wapres mengatakan besarnya anggaran riset tersebut menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai aspek penting dalam pembangunan nasional.

Sebab, pemerintah sadar Indonesia masih tertinggal dalam hal riset. Saat ini Indonesia berada di peringkat ke-85 dari 129 negara di dunia dan peringkat kedua terendah di ASEAN dalam hal penelitian.  Menurutnya indikator terburuknya adalah lemahnya institusi.

Maka itu dia berharap BPPT sebagai lembaga kaji-terap dapat mengembangkan inovasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. "Salah satu tolak ukur keberhasilan BPPT adalah terpakainya inovasi teknologi oleh masyarakat Indonesia. BPPT sebagai lembaga iptek harus dapat diandalkan dalam pengkajian dan penerapan iptek," katanya.

Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan salah satu penyebab lemahnya inovasi di Indonesia adalah minimnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM). "Memang belum standar kalau dibandingkan dengan perkembangan di negara maju. Kita bicara mengenai peneliti berkualifikasi S3, rasio SDM peneliti terhadap jumlah penduduk, ditambah dengan produktivitas dari penelitinya sendiri," kata Bambang.

Untuk dapat meningkatkan kualitas riset dan inovasi, Bambang mengatakan perlu ada pembenahan serius terhadap SDM di bidang riset dan teknologi, karena para peneliti merupakan sumber dari lahirnya inovasi. "Olah karena itu upaya ke depan kita adalah debirokratisasi dari riset, karena riset tidak bisa dikembangkan dengan jenjang struktural, dengan rumitnya birokrasi seperti yang kita alami sekarang," katanya.