Wapres: Mutasi PNS Karena Kepentingan Politik Bisa Membuat Kinerja Birokrasi Buruk

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan bahwa  mutasi pegawai negeri sipil (PNS) karena kepentingan politik kepala daerah hanya akan menyebabkan kinerja birokrasi semakin buruk. Ini akan berdampak dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Maka itu Wapres mengingatkan kepada seluruh kepala daerah  agar tidak menggunakan kekuasaan politisnya  untuk memenuhi kepentingan pribadi seperti memutasi pegawai negeri sipil (PNS) tanpa alasan yang kompeten.

"Jangan sampai karena bupatinya ganti, kemudian digeseri semua itu. Penempatan itu harus sesuai dengan kompetensinya," kata Wapres Ma'ruf Amin saat menerima audiensi PNS penerima Penghargaan ASN Tahun 2019 di Kantor Wapres Jakarta, Selasa (14/1)

Hal itu disampaikan Wapres Ma'ruf dalam menanggapi keluhan salah satu pegawai negeri sipil (PNS) peraih Penghargaan Aparatur Sipil Negara (ASN) Tahun 2019, Aldiwan Haira Putra dari Pemerintah Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan. Dalam audiensi tersebut, Aldiwan menyampaikan adanya praktik mutasi PNS di pemda yang tidak mempertimbangkan aspek kompetensi pegawai bersangkutan.

Aldiwan merupakan lulusan IPDN yang kini bekerja di Pemkab Empat Lawang, Sumatera Selatan. Dia mendapatkan penghargaan sebagai PNS terbaik kategori The Future Leader lewat program sosialnya bertajuk Internet Gratis untuk Masyarakat Terpencil.

Wapres menambahkan jika ini terjadi, maka dia meminta secara langsung kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo untuk menindak tegas praktik nepotisme tersebut, baik di pusat maupun daerah.

"Saya kira Pak Menteri PANRB, jangan ada perubahan pimpinan akibat pilkada yang kemudian merusak kepentingan-kepentingan kelompok, kepentingan politik. Jadi mereka (ASN) harus benar-benar terjamin," tegasnya.

Dia menjelaskan mutasi tanpa pertimbangan kompetensi pegawai tersebut pernah terjadi di suatu daerah, yakni kepala pasar menjadi kepala sub-dinas pendidikan. Sehingga, kompetensi minim yang dimiliki pegawai tersebut membuat pelayanan pendidikan menjadi lemah.

"Dulu ada cerita kepala pasar menjadi kepala sudin pendidikan, sehingga antara pasar dan pendidikan kan jadi tidak nyambung," jelasnya.