WNA Praktik Diklinik Jakut Tanpa Memiliki Izin Kedokteran Indonesia

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM- Penyidik Polda Metro Jaya menggerebek sebuah klinik di bilangan Jakarta Utara lantaran mempekerjakan seorang dokter asing asal China yang tidak memiliki izin praktik kedokteran di Indonesia.

Dalam operasi tersebut petugas menangkap seorang dokter berkewarganegaraan China berinisial LS serta WNI pemiliki klinik yang berinisial A. Keduanya ditangkap pada tanggal 13 Januari 2020.

"Pada bulan Juli 2019, ada info klinik di Jakarta Utara, daerah Sunter, pemiliknya A membuka praktik tapi dokternya WNA yang sama sekali tidak bisa bahasa Indonesia, saat praktik dia pakai juru bahasa" kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Kamis.

Dijelaskan Yusri, dokter LS menggunakan bantuan penerjemah atau juru bahasa saat praktik untuk berkomunikasi dengan pasiennya.

Di klinik tersebut LS menawarkan pengobatan untuk penyakit sinus tanpa melakukan operasi, tapi pasien klinik itu ditawari pengobatan dengan metode suntik.

"Dia spesialis THT khusus sinus yang parah, di mana mereka menjanjikan tanpa operasi, cukup dengan obat yang dimasukkan ke hidung bisa menyembuhkan tanpa operasi," ujar Yusri.

Untuk melakukan sekali pengobatan LS mematok harga sebesar Rp10 juta untuk sekali suntik.

Obat-obatan yang digunakan oleh LS terhadap pasiennya adalah obat-obatan yang tidak mempunyai izin dari BPOM.

"Obat yang digunakan adalah racikan yang tidak terdaftar di BPOM, banyak barang bukti yang kita amankan semuanya, termasuk bahan-bahan suntikan, obatnya, bubuknya pun ada," tutur Yusri.

Klinik tempat LS praktik diketahui bernama Klinik Cahaya Mentari, setelah diperiksa klinik tersebut memang mempunyai izin untuk melakukan pengobatan.

Hanya saja polisi turut menangkap pemilik klinik yakni A, lantaran mengizinkan LS melakukan pengobatan tanpa izin di kliniknya.

Atas tindakannya para tersangka dikenakan Pasal 78 juncto Pasal 73 ayat (2) dan atau Pasal 75 ayat (3) juncto Pasal 32 ayat (1) Juncto Pasal 36 dan atau Pasal 77 juncto Pasal 73 ayat (1) undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, dan Pasal 201 juncto 197 Juncto 198 juncto undang-undang RI nomor 36 tahun 2008 dengan pidana penjara paling lama lima sampai 15 tahun atau denda paling banyak Rp1,5 miliar.