Yang Muda yang Berpolitik & Nyinyir Ala PSI

SHARE

PSI (tirto)


CARAPANDANG.COM - Partai bernomor urut 11 di Pemilu 2019 ini berisikan para politikus-politikus muda. Seperti dilansir Kompas, Ketua Umum PSI Grace Natalie, misalnya, saat ini baru berusia 35 tahun. Pengurus daerah PSI juga rata-rata baru berusia 20-30 tahun.  Bahkan, ada aturan tertulis bahwa pengurus partai maksimal berusia 45 tahun dan tidak pernah menjadi pengurus parpol lain.

Sejak bermula ada, PSI bertekad untuk menjadi kendaraan baru, khususnya bagi anak-anak muda yang sudah tidak percaya dengan parpol lama. Dalam cara pendekatan pun gaya segar khas anak muda dilakukan. Sebut saja dengan spanduk bacaleg dari PSI yang menggunakan template desain dan kalimat yang eye catchy dan nyantel.

Untuk urusan dukungan terhadap para politikus, PSI memilih untuk mendukung tokoh-tokoh populer seperti Jokowi sebagai capres dan Ridwan Kamil sebagai cagub Jawa Barat. PSI sendiri sesungguhnya telah menyatakan dukungan langsung agar Jokowi kembali menjabat sebagai presiden sejak tahun 2017. Sedangkan untuk pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum pada Pilgub Jabar 2018, PSI mendukung secara resmi pada 2 Maret 2018.

Sementara itu terkait polemik kritik Amien Rais, PSI terlihat berpihak kepada Presiden Jokowi. Para politikus PSI juga dengan keras “menyerang” sosok yang dijuluki Lokomotif Reformasi tersebut.

"Saya kira ekspresi orang beda-beda. Tapi seperti Sis Danik tadi kalau itu pengibulan, mungkin Pak Amien juga jangan asbun (asal bunyi), jadi harus banyak jalan-jalan ke desa, lihat fakta, bahwa itu program bermanfaat dan tanah jadi ada harganya," kata Sekjen PSI Raja Juli Antoni seperti dilansir detik.

Lalu politikus PSI lainnya yakni Rian Ernest menyoroti bahwa Amien Rais masih hutang jalan kaki Yogya-Jakarta di Pilpres 2014. Menurut mantan staf Ahok (kala menjabat Gubernur DKI Jakarta) ini Amien mendapat uang korupsi alat kesehatan Depkes tahun 2005.

Jika menarik unit analisa pada dukungan terhadap para tokoh tertentu dan serangan terhadap politikus lain, maka apa yang dilakukan para politikus PSI praktis tak memberi pembaharuan pada politik Indonesia. Mereka berpolitik dan juga nyinyir dengan caranya tersendiri. PSI juga misalnya bergabung dengan gerbong kekuasaan dan tidak menawarkan ke publik mengenai kepemimpinan. Berbeda halnya misalnya dengan Partai Keadilan (kini PKS) yang di awal kemunculannya memajukan capres dan menjanjikan dengan format Indonesia yang berkeadilan.

Menjadi muda dan berpolitik, diperlukan visi yang mumpuni. Tak sekadar berpihak kepada kekuasaan, lalu untuk kemudian larut dalam kuasa. Yang muda yang berpolitik kemudian larut, itu terlihat di sejumlah aktivis politik yang “merangkul’ kekuasaan. Maka PSI dan harapan untuk membangun Indonesia yang lebih baik sesungguhnya dapat dilihat rekam jejaknya dari bagaimana ketika kekuasaan itu belum ada di genggaman.