Diduga Aliran Anak Sungai Ditutup Perusahaan Tambang Batubara, Toni Iskandar : Kami Mengadu ke Siapa?

SHARE

Warga menyadap karet menggunakan ban dalam bekas. (ft : Robby)


Laporan : Robby

CARAPANDANG (LAHAT) -  Hadirnya Perusahaan Pertambangan Batubara di Kabupaten Lahat tidak sepenuhnya berdampak positif bagi masyarakat.  Bahkan  dapat berdampak buruk bagi warga sekitar.

Seperti yang dialami beberapa warga Desa Ulak Pandan, Kecamatan Merapi Barat.  Kejadian yang menimpa Apriyansah, Risman, Mawardi dan Toni Iskandar ini cukup membuat miris.  Lahan perkebunan karet milik  mereka terendam oleh aliran anak sungai yang diduga hasil produksi dan operasional pertambangan batubara.

Inilah yang dialami Apriansyah (35), kebun miliknya sudah tahunan terendam. Dirinya sudah melapor ke dinas terkait namun hingga saat ini tidak ada penyelesaian.

"Lahan saya terendam sudah empat tahun , kebun karet saya tidak bisa panen lagi, saya susah cari uang sekarang," katanya dengan raut kesedihan.  

Apriansyah menyebut, dengan kondisi kebun karet yang terendam saat ini, pemilik lahan harus menyadap karet dengan menggunakan ban dalam mobil  yang digunakan sebagai perahu agar terapung.

"Menyadap karet sekarang harus pakai perahu dari ban dalam bekas. Jadi saat menyadap karet dalam kondisi terapung. Tidak bisa lagi menjejakan kaki di tanah karena kedalaman air ada yang mencapai 2 sampai 3 meter," jelasnya.

Sementara itu, rendaman juga terjadi di  kebun karet milik Risman (57). Dia mengatakan lahan miliknya memang  sempat dibeli sekitar setengah hektar, namun sebagian lahan miliknya yang masih dikelola juga ikut terendam. 

" Aliran anak  air Sungai Tebak Kebut disekitar kebun miliknya ditututup oleh perusahaan tambang batubara. Sehingga meluap ke kebun karet. Sedih saya pak ," ucapnya.

Hasil penelusuran awak media di lapangan, tampak  pohon karet milik warga tersebut terendam air berwarna coklat pekat dengan kedalaman bervariasi.

Hal serupa juga dialami  Toni Iskandar (40)  juga warga Desa Ulak Pandan, turut merasakan kesedihan ini, kebun karet miliknya digenangi air dan akhirnya rusak dan tidak bisa disadap lagi.

"Kami harus mengadu ke siapa pak. Kami sudah tidak tahu harus kemana lagi. Kami ingin keadilan," ujarnya. (*)