Pemekaran Papua Tengah, Yoseph Minai: Ini Kepentingan Mereka Bukan Kehendak Rakyat

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Aspirasi pemekaran Provinsi Papua Tengah kini telah sampai di DPR RI. Para kepala daerah di wilayah tersebut sepakat menjadikan Nabire sebagai ibu kota untuk provinsi baru tersebut. 

Bupati Paniai Meky Nawipa menjelaskan bahwa pemekaran Papua Tengah sebagai provinsi baru di Tanah Papua sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pemekaran Papua. 

Menurutnya, UU tersebut juga sudah mengatur letak ibu kota dari Provinsi Papua Tengah.  "Jadi pemekaran Papua Tengah sudah lama. Di UU Nomor 45 Tahun 1999 itu disebutkan Papua Barat, Papua Tengah dan Papua, ibukotanya Jayapura, Nabire, dan Manokwari," ungkap Nawipa di Jayapura, Selasa (15/2). 

Saat itu, Paniai beribukota di Nabire sampai akhirnya daerah tersebut terbentuk sebagai sebuah kabupaten terpisah. 

"Lalu dari Nabire sudah pemekaran tiga kabupaten, yaitu Paniai, Deiyai dan Dogiyai. Lalu Paniai dimekarkan lagi jadi Kabupaten Puncak Jaya yang kemudian juga terjadi pemekaran Kabupaten Puncak," terang Mesak. 

Untuk itu, menurutnya, Nabire sangat tepat dijadikan ibu kota provinsi karena dari sisi sejarah, Nabire adalah yang tertua dibanding kabupaten lainnya.  "Nabire adalah kabupaten tertua karena sudah punya 'cucu' Kabupaten Deiyai, Intan Jaya dan Puncak," ujar Mesak. 

Legislator Dogoyai Menolak 

Terkait hal ini, DPRD Dogoyai Fraksi PPP, Yoseph Minai menentang sikap para kepala daerah tersebut.   Dirinya menegaskan, bahwa rencana pemekaran provinsi Papua Tengah bukan berkiblat pada kehendak masyarakat, namun lahir dari kepentingan para elit. 

"Saya mengecam sikap para kepala daerah ini. Menurut saya, proses pemekaran itu bukan kepentingan dan kebutuhan rakyat Papua Tengah, namun keinginan para Bupati, yakni Bupati Paniai, Dogiyai, Nabire, Mimika, intan Jaya, dan Deiyai." tegasnya. Sabtu malam (12/3). 

Legislator Dogoyai tersebut menjelaskan alasannya menolak pemekaran provinsi Papua Tengah. Dia menilai,  selama ini, penerimaan pegawai seluruh kabupaten tidak transparan dan cenderung tidak menerima terima putra putri  daerah sendiri. 

"Berikut adalah untuk menghindari kehancuran SDA yang ada. Karena selama ini perusahaaan yang masuk tenaga kerja tidak memperioritaskan putra dan putri Papua. Dampak ekologinya luar biasa, alam Papua hancur berantakan, tapi rakyat Papua dinomorduakan," ujarnya. 

Selain itu, kata Yoseph, kabupaten yang ada di Papua Tengah tidak terurus dengan baik oleh para bupati ini, mereka malah sibuk membangun wacana pemekaran demi kepentingan mereka. 

Di lain hal, tambahnya, penempatan kantor gubernur belum siap. Data penduduk belum memenuhi syarat.  

Ia menilai, selama ini wacana pemekaran belum terkoordinasi baik dengan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Papua (MRP). 

"Semua ini hanya lahir dari  kepentingan para bupati yang saya sebut di atas. Sehingga, atas nama rakyat saya Yoseph Minai wakil ketua komisi 1/A -ketua Fraksi PPP secara tegas menolak dan hentikan isu pemekaran Papua Tengah, karena kehadiran Provinsi Papua Tengah bukan kehendak rakyat." pungkasnya. 

Para bupati ini, lanjutnya, mereka minta pemekaran itu berdasarkan tolok ukur apa. Apakah mereka sudah berhasil membangun daerah yang selama mereka pimpin. 

"Ini tidak benar. Sangat syarat kepentingan yang berasal dari para elit." katanya. 

Dirinya juga meminta agar para pemimpin daerah yang sepakat dengan pemekaran terlebih dahulu membenahi kabupaten yang ada. 

"Intinya urus dulu dengan benar kabupaten yang ada, jangan buang-buang ke hal ini. Urus dulu ekonomi masyarakat dengan baik, ini krusial karna pekerjaan rumah yang masih berantakan dan harus disikapi dengan baik oleh para pimpinan daerah yang ada." tegasnya.