Potret Penilaian Masyarakat Momen Memulihkan Integritas (Internal) KPK

SHARE

carapandang.com | KPK


Lili juga sudah pernah dijatuhi sanksi berat oleh Dewas KPK berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan pada bulan Agustus 2021.

Saat itu Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial.

Dalam kasus penerimaan gratifikasi dalam ajang MotoGP, Lili diduga terima gratifikasi bersama sejumlah pihak lain. Dewas KPK menyebut sepanjang pihak lain yang diduga ikut menerima gratifikasi adalah insan KPK, Dewas tetap akan melakukan pemeriksaan etik.

Kalau bukan insan KPK, kata anggota Dewas KPK Albertina Ho, tidak bisa diproses, seperti Lili sudah mengundurkan diri.

"Supaya tidak rancu, jadi perkara bukan dihentikan tetapi perkara gugur karena tidak penuhi syarat, jadi tidak dilanjutkan lagi persidangannya, bukan dihentikan begitu saja, jadi gugur dan tidak dilanjutkan," kata Albertina Ho.

Selanjutnya, Dewas KPK akan menyampaikan putusan Majelis Etik Dewas KPK kepada pimpinan KPK, kemudian pimpinan KPK akan menindaklanjuti hasilnya. Hal ini, kata Tumpak, termasuk apakah misalnya dugaan pelanggaran etik ini ada dugaan pidana.

Berdasarkan ketentuan UU, bukan ranah Dewan Pengawas, Dewas hanya mengadili perbuatan terkait dengan dugaan melanggar kode etik dan kode perilaku. Ini sesuai dengan Pasal 37 B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas putusan Dewas KPK tersebut, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Dewas KPK seharusnya tetap melanjutkan proses sidang pelanggaran etik sebab dugaan pelanggaran oleh Lili terjadi saat yang bersangkutan menjabat pimpinan KPK.

Apalagi, Lili tidak kooperatif dan tidak memiliki iktikad baik untuk menghormati proses persidangan etik karena tidak menghadiri sidang pertama pada tanggal 5 Juli 2022 dengan alasan mengikuti agenda G20 di Bali. Padahal, agenda tersebut itu dapat dihadiri oleh pimpinan KPK yang lain.

Pengunduran diri sebagai pimpinan KPK ini, menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, tidak dapat serta-merta dianggap sebagai pencapaian yang baik karena seharusnya Dewas tetap jalankan sidang etik.

ICW meminta Dewas KPK membatalkan penetapan pengguguran proses sidang etik, kemudian melanjutkan proses sidang etik terhadap Lili Pintauli Siregar dan harus meneruskan bukti-bukti awal kepada aparat penegak hukum jika ada dugaan kuat adanya gratifikasi.

Publik pun menanti kelanjutan tindakan pimpinan KPK terhadap kelanjutan pengusutan perkara Lili tersebut demi memulihkan keraguan atas kemampuan KPK dalam menindak korupsi dari internal sendiri. (ANT)

Halaman : 1