Mendag Lutfi Jangan Jadi Pengecut

SHARE

Ilustrasi by Roby


CARAPANDANG.COM - Oleh: Amir Fiqi, Wartawan dan Pemerhati Sosial

Ayam mati di lumbung padi, peribahasa ini tepat untuk menggambar persoalan minyak goreng di tanah air.  Sungguh ironi, negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia tapi rakyatnya kesulitan mendapatkannya, dan jika ada pun harganya selangit.

Data Kementerian Pertanian tahun 2019,  Indonesia memiliki lahan sawit mencapai 16,38 juta hektar yang tersebar di 26 provinsi. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada tahun 2021 mengungkapkan produksi minyak mentah di Indonesia  mencapai 46,88 juta ton. Jumlah ini turun tipis dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 47,03 juta ton.

Meski jumlahnya berkurang, tapi masih cukup untuk  memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang menurut data Index Mundi mencapai 15,4  juta ton pada 2021. Jadi,  jika terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran, ini menjadi tanda besar. Menghilang kemanakah minyak goreng tersebut?.

Pemerintah Gagap

Persoalan minyak goreng menjadi masalah rumit yang dihadapi pemerintah. Sudah hampir lima bulan persoalan berlalu, tapi pemerintah tidak juga mampu memberikan solusi yang tepat. Publik melihat, justru pemerintah terlihat gagap dalam menjawab persoalan ini. Sehingga pemerintah kerap mengambil langkah-langkah yang “ceroboh” dengan membuat kebijakan yang hanya sekadar tambal sulam.

Pemerintah dalam melihat persoalan minyak goreng ini masih secara parsial. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat pun tidak mampu menjawab persoalan ini secara menyeluruh dan mengakar.

Misalnya,  pada Januari 2002 lalu pemerintah mencoba menjawab persoalan harga minyak goreng  dengan mengeluarkan kebijakan satu harga, dilanjut dengan regulasi harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp14 ribu per liter. Apa yang terjadi? tidak menjawab masalah, tapi muncul masalah baru yakni kelangkaan minyak goreng di pasaran.

Tiba-tiba minyak goreng menghilang di pasaran. Masyarakat pun  makin menderita karena kesulitan mendapatkan minyak goreng. Masyarakat rela mengantri untuk mendapatkannya. Bahkan jatuh korban jiwa karena kelelahan saat mengantri.

Para pelaku usaha, juga sulit berjualan karena kesulitan mendapatkan minyak goreng. Sehingga kegiatan bisnis mereka pun terganggu.

Untuk menjawab persoalan tersebut, pemerintah mencabut regulasi HET minyak goreng dan melepas harga minyak goreng kemasan kepada mekanisme pasar.

Cara ini terbilang berhasil. Tidak menunggu waktu lama minyak gereng langsung penuhi pasaran. Tapi ini tidak menjadi jawaban, sebab masyarakat menjerit, karena harga minyak goreng melambung tinggi.  Bahkan, minyak goreng curah yang semestinya disubsidi, di sejumlah tempat tetap dijual dengan harga mahal akibat ketidaksiapan pengawasan dari eksekusi aturan di lapangan.

Halaman : 1