Islam Politik di Indonesia

SHARE

Masjid


CARAPANDANG - Tahun baru Islam 1 Muharam 1444 Hijriah telah tiba. Tentu mengapung sejumlah harapan. Relasi antara Islam dengan negara Indonesia telah bertaut begitu erat. Di antaranya di ranah politik. Dalam perumusan dasar negara, 7 kata pada Piagam Jakarta di antaranya. Merupakan momentum historis, pergulatan, serta menjadi cermin hingga kini.

Pada masa Orde Lama, relasi Nasionalis-Islam-Komunis menjadi narasi yang tampil dengan berbagai episode. Pemilu 1955 menjadi tolok ukur. Sebelum Pemilu tersebut juga menjadi salah satu episode dalam Islam politik. Kelompok Nahdlatul Ulama yang memisahkan diri dari Masyumi untuk kemudian memiliki partai politik tersendiri juga merupakan konfigurasi politik kala itu.

Lalu ada Demokrasi Terpimpin hingga berakhirnya masa pemerintahan Sukarno. Pada masa Orde Baru, lanskap Islam politik pun bersalin rupa, beradaptasi. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai wadah formal untuk Islam politik tersebut.

Reformasi memunculkan ragam partai politik dengan bentangan spektrum ideologi. Islam sebagai asas parpol pun menarik untuk dilirik. Pun begitu terdapat partai yang memiliki basis massa pemilih muslim, meski tidak mengumandangkan Islam sebagai asasnya.

Dalam konteks pasca Orde Baru, partai politik berwarna Islam tersebut sudah selaiknya mampu menghadirkan teladan dan solusi. Janganlah 11, 12 dengan partai lainnya yang memiliki permasalahan klasik seperti korupsi.

Tentu menghadirkan Islam politik yang menjadi teladan dan solusi dibutuhkan dalam sosok-sosok serta kerja-kerja nyata. Tak sekadar seperti wahana untuk sekadar pengumpulan suara. Maka perlu dihadirkan distingsi, serta orang-orang baik yang memiliki kompetensi di berbagai bidang dalam partai politik berwarna Islam. Berilah karya nyata dalam politik, ekonomi, budaya, olahraga, sosial, dan sebagainya. Karya nyata tersebut kiranya akan lebih bermakna, beresonansi. Tak mudah memang, tapi bukan berarti tak bisa.