BSI dan Segudang Praharanya

SHARE

Istimewa (Net)


CARAPANDANG -  Oleh: Djihadul Mubarok, S.E., M.H, Bendahara Umum KAFOSSEI (Korps Alumni Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam) dan Peneliti COSMIC (Center of Strategic Millenial Communities)

Bank Syariah Indonesia (BSI) kali ini kembali mendapatkan banyak keluhan dari seluruh penggunanya. Sejak Senin (8/5), seluruh akses transaksi dari BSI mengalami gangguan yang membuat para penggunanya terkendala ketika menggunakan layanan dari BSI. Hal ini akhirnya menjadi permasalahan yang cukup serius, mengingat sampai hari ini Kamis (11/5), belum terdapat perkembangan akan pemulihan sistem dari BSI.

Penggabungan tiga bank syariah yang menjadi titik awal eksisnya BSI, juga memiliki dampak yang besar terhadap banyaknya konsumen bank syariah yang akhirnya menjadikan BSI sebagai pilihan utama, atau bahkan satu-satunya yang dipercaya untuk menjadi lembaga penjamin kemanan keuangan mereka.

Tidak hanya terbatas pada perputaran ekonomi skala besar, bahkan juga menyasar para pelaku ekonomi menengah kebawah yang akhirnya juga terkena dampak dari gagalnya BSI untuk menjamin keamanan dan kenyamanan para konsumen.

Keluhan masyarakat sudah banyak beredar di berbagai platform sosial media yang mungkin bisa menjadi rekomendasi bacaan oleh Dirut BSI, Hery Gunardi sambil mengisi waktu luang dikala sibuk beraktifitas. Diharapkan keluhan-keluhan yang dibuat warganet tersebut bukan dijadikan hiburan semata, namun sebagai tamparan realitas dari betapa mengecewakannya pelayanan BSI terhadap para konsumen yang sangat bergantung pada bank syariah ini.

Bayangkan ada berapa banyak rasa lapar, tagihan, harapan, hingga kebahagiaan yang harus tertunda karena masih berharap besar BSI dapat dengan segera menyelesaikan permasalahannya.

Alih-alih mendapat kabar baik atas kembali normalnya aktifitas pelayanan BSI, konsumen justru tidak mendapatkan apa yang menjadi hak nya sebagai pengguna Lembaga Jasa Keuangan (LJK) hingga hari ini.

Hak dari konsumen LJK telah diatur jauh-jauh hari oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1 Tentang Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan pada tahun 2013, yakni hak untuk mendapat informasi sejelas-jelasnya. Pada kejadian ini, seluruh pengguna BSI berhak mendapatkan informasi dengan jelas dan terang mengenai apa yang terjadi pada sistem keamanan BSI secara detail.

Namun, bagaimana kita bisa berharap penyebaran informasi yang jelas dan massif, yang bahkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir selaku penanggung jawab utama atas masalah ini masih memahami kejadian secara general yakni sekedar adanya serangan cyber dan belum mengetahui secara mendalam ketika diwawancarai awak media pada Rabu (10/5).

Sejauh ini memang informasi keluar dari pihak BSI masih sebatas serangan ransomware yang terkenal berbahaya bagi sistem keamanan digital. Modusnya tentu mengunci dan merusak sistem IT korban, dan kemudian meminta tebusan sejumlah uang untuk kembali membuka sistem.

 

Buruknya antisipasi resiko dari BSI memiliki beberapa dampak yang mengakibatkan kekhawatiran masyarakat Indonesia secara umum terhadap keamanan digital mereka. Bukan tidak mungkin kualitas keamanan digital dari BSI yang dibawah naungan BUMN akan menjadi representasi dari keamanan digital secara keseluruhan terhadap pihak terkait. Baik dari BUMN sendiri, hingga meluas pada kualitas keamanan digital pemerintah.

Kemudian disisi lain, kejadian ini juga berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada kualitas Bank Syariah. Lebih jauh lagi, akan berpotensi menghambat agenda ekonomi syariah yang sejauh ini sudah semakin berkembang dan massif secara gerakan dan inovasi. Reputasi gerakan ekonomi syariah maupun bank syariah menjadi taruhannya.

Menjadi PR besar bagi seluruh pimpinan direksi BSI untuk segera mengembalikan keadaan serta kepercayaan masyarakat yang terlanjur banyak berharap pada lembaga keuangan syariah. Langkah preventif pasca ini harus segera ditingkatkan sebagai garansi yang diberikan pada konsumen akan keamanan dan kenyamanan bertransaksi di Lembaga Keuangan Syariah.

Perlu diingat, kerugian yang didapatkan konsumen tidak hanya kerugian materiil saja. Namun kerugian sosial, psikologis, hingga aspek lainnya juga turut terdampak.Â