KPK Temukan Catatan Penentuan Nilai "Fee" Proyek saat Geledah Kantor Dinas Pemkot Ambon

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dan menemukan catatan dugaan penentuan nilai "fee" proyek dari penggeledahan dua kantor dinas di Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Maluku, Rabu (18/5).

Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon dengan tersangka Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) dan kawan-kawan.

"Di dua lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai dokumen antara lain terkait berbagai usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuan nilai 'fee' proyek," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis.

Dua kantor dinas tersebut, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

"Bukti-bukti dimaksud segera akan dianalisis dan disita yang selanjutnya akan dikonfirmasi pada saksi-saksi terkait untuk melengkapi berkas perkara tersangka RL dan kawan-kawan," ucap Ali.

Terkait kasus tersebut, KPK menetapkan tiga tersangka, dua di antaranya selaku penerima suap ialah Richard Louhenapessy (RL) dan Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH), dan seorang tersangka lain sebagai pemberi suap yaitu Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi Kota Ambon.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satunya memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.

Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan pembangunan cabang ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.

Sementara khusus untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha ritel itu, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekitar Rp500 juta secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.

Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal tersebut masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.