Menilik Klinik Bank Sampah di Yogyakarta

SHARE

Bank Sampah


CARAPANDANG - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta akan membuka Klinik Bank Sampah untuk memastikan seluruh bank sampah di kota tersebut dalam kondisi sehat, sehingga mampu memberikan kontribusi lebih banyak pada pengurangan sampah.

“Mulai Oktober kami buka Klinik Bank Sampah ini bekerja sama dengan forum bank sampah yang sudah terbentuk di seluruh kecamatan,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta Ahmad Haryoko di Yogyakarta, Minggu.

Melalui klinik tersebut, lanjut Haryoko, akan diberikan pendampingan kepada bank sampah agar semakin sehat dan mampu berkembang. Berdasarkan data DLH Kota Yogyakarta, saat ini memiliki 565 bank sampah. Haryoko memastikan 481 bank sampah diantaranya dalam kondisi sehat dan sisanya masih membutuhkan pendampingan untuk berkembang lebih baik.

“Bank sampah yang baru terbentuk biasanya membutuhkan lebih banyak pendampingan agar selalu aktif, memiliki kegiatan rutin dan bisa berkembang dengan lebih banyak nasabah,” katanya.

Sebuah bank sampah dikategorikan dalam kondisi sehat apabila memiliki setidaknya lebih dari 40 nasabah aktif, memiliki kegiatan rutin seperti menyetorkan sampah setiap dua pekan sekali atau sesuai periode waktu yang disepakati bersama.

“Sedangkan bank sampah yang baru terbentuk biasanya mengalami kesulitan untuk memiliki kegiatan rutin, nasabahnya juga masih sedikit 10 atau 20 orang,” katanya.

Haryoko mengatakan semakin banyak nasabah di sebuah bank sampah akan mampu memberikan lebih banyak kontribusi pada pengurangan sampah di lingkungan tersebut. Hanya saja, lanjut dia, sebagian besar bank sampah yang terbentuk di Kota Yogyakarta baru mengelola sampah anorganik. “Padahal, pengelolaan sampah organik juga penting dilakukan, karena sebagian besar volume sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta adalah sampah organik,” katanya.

Oleh karenanya, salah satu strategi yang akan diterapkan untuk memaksimalkan pengelolaan sampah organik adalah dengan membuat biopori di masing-masing rumah nasabah bank sampah.

“Biopori menjadi salah satu upaya yang mudah dilakukan dan tidak hanya memberikan manfaat untuk pengurangan sampah organik, tetapi juga membantu konservasi air tanah,” katanya.

Jika tidak memungkinkan, lanjut Haryoko, masih ada sejumlah metode pengelolaan sampah organik yang bisa dilakukan seperti “losida” atau memasukkan sisa sampah organik dari dapur ke pipa paralon untuk dijadikan kompos atau menggunakan magot.

“Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengelola sampah organik dan harapannya bisa membantu mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan,” katanya.