Ada MoU Pendirian Cabang Perguruan Tinggi Asing Tapi Meristekdikti Tidak Tahu

SHARE

CEO ISC Sunny Sukardi bersama pihak Universitas Peking, Beijing dan Unsur Fokopimda Kepri foto bersama usai penandatanganan prasasti prmbangunan Kota Baru di Kawasan Batu Licin, Kijang, Kecamatan Bintan Timur


CARAPANDANG.COM – Memorandum Of Understanding (MoU) pendirian Cabang perguruan tinggi asing, School Of Ekonomic Peking University (SEPKU) Beijing, dengan PT Bukti Kemunting, Indonesia Sreet City (ISC) di kawasan Wacopek Bintan Timur, Kabupaten Bintan, diduga melabrak Undang-undang No.12 Tahun 2002 dan Permendikti No. 51 tahun 2018 tentang pendirian perguruan tinggi.

Melansir dari Koran Peduli, Pihak ISC diduga sama sekali tidak melibatkan Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti), dalam hal ini melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah X, yang berkedududan di Padang, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang tersebut. Padahal regulasi ini, wajib dipatuhi setiap investor asing yang akan mendirikan perguruan tinggi di Indonesia.

Ketidaktahuan Kemenristek Layanan Lemabaga Pendidikan Tinggi wilayah X ini, tertuang dalam surat berkop Kemenristek dengan cap basah yang ditujukan kepada Plt Gubernur Kepri dan beredar di kalangan wartawan. Surat tertanggal 29 November 2019 itu ditandatangani langsung oleh Prof. DR. Herri, SE, MBA selaku Kepala.

Dalam surat tersebut Prof Herri mengatakan bahwa LLDIKTI Wilayah X justru mengetahui rencana pendirian perguruan tinggi ini dari media masa.

”Berdasarkan data di LLDIKTI WIlayah X kami belum pernah menerbitkan rekomendasi pendirian Universitas Peking di Bintan Kepulauan Riau,” begitu bunyi point ketiga surat kalrifikasi tersebut.

Sementara itu mengutip pernyataan Kemenristekdikti, Muhammad Nasir, ketika menjadi salah satu narasumber Rapat Koordinasi Kopertis Se-Indonesia, di Yogyakarta, baru-baru ini dijelaskan bahwa berdasarkan UU No.12 Tahun 2002 penyelengaraan pendidikan tinggi di Indonesia harus mendapatkan izin dari pemerintah, dalam hal ini Kemenristek Dikti.

Dalam Undang-undang 12/2012 ini juga dijelaskan Perguruan Tinggi lembaga negara lain dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ketentuan sudah terakreditasi dan/atau diakui di negaranya.

Mengenai program Studi (Prodi) juga harus ditentukan oleh Kemenristek Dikti, bukan ditentukan sendiri oleh perguruan tinggi asing dimaksud. Termasuk wilayah lokasi pembangunan kampusnya, harus melalui survei dari Tim Kemenristek Dikti.

“Tahun ini rencana ada 5-10 PT asing yang akan diberikan izin. Mereka kami dorong agar mau berkolaborasi dengan PTS yang ada untuk menjalankan sistem pembelajarannya. Tapi jika ingin bangun gedung, ya nanti kami yang tentukan lokasinya,” kata Nasir.

Ketentuan lain yang juga wajib dipatuhi adalah perguruan tinggi asing tersebut harus berprinsip nirlaba, bukan kepentingan bisnis. Selanjutnya, perguruan tinggi tersebut harus bekerja sama dengan perguruan tinggi swasta yang ada di wilayanhya atas izin Pemerintah dan mengutamakan Dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia.

”Intinya adalah kolaborasi dengan perguruan tinggi Indonesia yang ada di daerah mana ia beroperasi. Sementara untuk program studi prioritas adalah sains, teknologi, keinsinyuran, matematika dan engginer,” ujar Menristek M Nasir.

Bagi penyelenggara Perguruan Tinggi lembaga negara lain yang tidak memenuhi kewajibannya tersebut, maka akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.

Nasir juga meyakinkan, Kemenristekdikti telah merancang regulasi yang baik agar tidak ada pihak yang dirugikan, terutama PTS dan PTN. Sebab, lanjut Nasir, prodi yang akan diperbolehkan di Indonesia pun hanya bidang Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM).

“Jadi Prodi itu jangan samai mematikan Perguruan tinggi di kita kan banyaknya buka prodi sosial atau humaniora, dan sedikit sekali yang membuka prodi teknik dan sains. Jadi ini beda segmentasinya,” tegas Nasir.