Beda Reaksi Di Indonesia Dan Malaysia Soal Pembatalan Keberangkatan Calon Haji

SHARE

Beda Reaksi Di Indonesia Dan Malaysia Soal Pembatalan Keberangkatan Calon Haji


CARAPANDANG.COM - Pemerintah Indonesia dan Malaysia sama-sama telah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah calon haji pada tahun ini. Keputusan itu sama-sama didasari pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang tak kunjung memberi kepastian apakah tetap menggelar pelaksanaan haji 1441 H/2020 atau justru meniadakannya.

Namun, dua keputusan yang sama itu memicu reaksi yang berbeda. Di Indonesia, keputusan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi untuk tidak memberangkatkan jemaah calon haji ke Tanah Suci justru memicu sentimen anti-pemerintah.

Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Menag Fachrul Razi menyebut pembatalan rencana memberangkatkan jemaah calon haji pada tahun ini merupakan keputusan sulit dan pahit.

Hoaks dan berita palsu yang menyudutkan pemerintah Indonesia pun bermunculan. Di sosial media beredar kabar bahwa pembatalan itu disebabkan dana haji dipakai untuk memperkuat nilai tukar rupiah dan membiayai proyek infrastruktur.

“Hoaks tentang dana haji digunakan untuk infrastruktur ini selalu muncul meski pemerintah telah berkali-kali mengklarifikasi dan menyangkalnya,” ujar Ketua Komite Pemeriksa Fakta Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) Aribowo Sasmito.

Menurut Aribowo, isu dana haji secara konstan dipakai untuk membakar emosi umat sekaligus menimbulkan kesan bahwa pemerintah saat ini anti-Islam. Biasanya yang menyebarkan hoaks itu adalah pihak-pihak yang anti-pemerintah ataupun pendukung oposisi.

“Polanya terus berulang. Setiap waktu ada materi yang faktanya bisa diputarbalikkan, (berita palsu) akan selalu muncul dan menyebar,” ujarnya.

Sementara di Malaysia, warganya bisa memaklumi pembatalan itu. Menag Malaysia Zulkifli Mohamad Al-Bakri meminta warganya yang hendak berhaji bisa bersabar dan menerima keputusan pemerintah Negeri Jiran itu untuk tidak memberangkatkan para jemaah calon haji pada tahun ini.

Pengamat politik Universiti Teknologi Malaysia (UTM) Azmi Hassan mengatakan, keputusan pemerintah di negerinya untuk tidak memberangkatkan jemaah calon haji memang disambut kekecewaan.

Namun, katanya, pihak yang kecewa bisa menerima keputusan itu karena ancaman Covid-19 tidak memperlihatkan tanda-tanda bakal berakhir. “Secara umum menerimanya,” ujarnya.

Azmi menambahkan, pembatalan itu juga memunculkan rasa frustrasi di kalangan para jemaah calon haji karan antrean akan makin panjang. Sebab, Malaysia hanya memperoleh kuota 30 ribu jemaah haji per tahun.

Namun, sambung Azmi, umat Islam di negerinya bisa menerima kenyataan itu karena Singapura dan Indonesia pun membatalkan rencana memberangkatkan jemaah calon haji. Menurut dia, Muslim di Malaysia justru lebih frustrasi karena tidak bisa beribadah di masjid-masjid selama dua bulan seiring pemberlakuan lockdown.

Sementara cendekiawan Muslim Malaysia Chandra Muzaffar menilai pembatalan pemberangkatan haji itu beralasan. Presiden International Movement for a Just World (JUST) itu menegaskan, meski haji diwajibkan bagi yang mampu namun pembatalan itu bukan hal yang termasuk kategori merusak iman.

Terpisah, visiting fellow di Royal United Services Institute di London, Umar Karim menilai Arab Saudi sedang terjebak dalam situasi sulit.

Umar menyebut keterlambatan pengumuman tentang keputusan mengenai haji itu menunjukkan Arab Saudi sedang mengulur waktu. Kalaupun akhirnya Arab Saudi mengumumkan bakal menyelenggarakan ibadah haji, katanya, banyak negara tak akan siap meresponsnya.

“Andai Arab Saudi mengatakan kami siap melaksanakan haji sepenuhnya, banyak negara tidak akan dalam posisi berpartisipasi,” ulasnya.