Benarkah Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Sebagai Praktek Perbudakan?

SHARE

Deputi V bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pertahanan dan Hak Asasi Manusia, Dra. Jaleswari Pramodhawardani di Kantor Staf Presiden (KSP) RI


Laporan : Muh Yusa

CARAPANDANG (LANGKAT) - Deputi V bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pertahanan dan Hak Asasi Manusia, Dra. Jaleswari Pramodhawardani di Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia mengutuk keras atas tindakan yang di lakukan oleh oknum Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin diduga sudah lama terjadi. 

"Keberadaan kerangkeng manusia di kediaman Terbit Rencana diduga sudah beroperasi sejak 10 tahun yang lalu, membuat Kantor Staf Presiden (KSP) prihatin dan mengutuk atas tindakan perbudakan," ungkap Jaleswari Pramodhawardani.

Sebelumnya, pada hari Selasa, 18 Januari 2022, Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin di tangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT), bersama 6 orang dari Pemerintah dan Swasta. Kesemuannya kini menjadi tersangka Tindak Pidana Korupsi.

Dalam proses pemeriksaan tersangka, ditemukan adanya kerangkeng seperti sel penjara di dalam rumah Terbit Rencana Peranginangin. Dari informasi yang di dapat, sekitar 40 orang pernah di kerangkeng dan diperlakukan laksana seperti Budak di rumah Bupati Langkat.

"Kami sangat mengapresiasi warga masyarakat yang melaporkan ke Migrant Care yang kemudian diteruskan ke Komnas HAM, partisipasi warga dalam penanganan dan pencegahan tindak pidana yang keji seperti ini," kata Jaleswari Pramodhawardani.

KSP sangat berterima kasih kepada KPK yang melakukan tindakan tegas meng -OTT Bupati Langkat. Jika tidak, praktek perbudakan yang tidak berprikemanusiaan ini belum tentu segera terungkap.
"Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik Korupsi dan Perbudakan," kata mantan peneliti LIPI ini.

"Saya tidak dapat membayangkan kejahatan perbudakan seperti yang dilakukan bertahun-tahun oleh Bupati Langkat tanpa diketahui oleh masyarakat, dan ini adalah tahun 2022," kata aktivis perempuan yang akrab dipanggil Dani ini.

"Tindakan Bupati Langkat ini melanggar berbagai perundang-undangan, baik KUHP UU Tipikor serta UU No.5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan) yang di teriVikasi Indonesia segera setelah memasuki masa Reformasi 1998," kata Jaleswari Pramodhawardani.(*)